Kedua, pengembangan Produk Ready to Eat (sate, rendang, soto, gado-gado,dan nasi goreng) dan peningkatan produk premium/ bumbu lainnya untuk di-showcase di resto/retail melalui proses kurasi.
Ketiga, pengembangan manajemen rantai pasok dengan embangun jejaring produsen - trader - buyer oleh IAS (Integrasi Aviasi Solusi)- BUMN bersama komunitas/ GAPMMI; dan penguatan logistik, distribusi, stockist, pemasaran, R&D
Sedangkan Ani Nigeriawati menyampaikan bahwa penyelenggaraan Gala Dinner dalam KTT ASEAN dan G20 dalam menyokong kepentingan nasional Indonesia.
“Soft diplomacy yang terjadi saat perundingan dapat meringankan suasana tegang, dan mencair karena makanan. “ kata Nigeriawati.
“Selain itu Tren lifestyle luar negeri dan peningkatan demand yang mengarah pada keunggulan karakter kuliner Indonesia.” lanjut Nigeriawati.
Di lain pihak, berdasarkan pengalaman mengamati kegiatan gastrodiplomasi, Teuku Rezasyah berpendapat bahwa strategi Gastro Diplomacy Indonesia harus menentukan indikator yang tepat untuk fokus pada upaya menarik konsumen, dan perlu memasukkan nilai-nilai tertentu seperti besar, beragam, demokratis, persatuan, moderat, bersahabat, higienis, sehat, bergizi, musikal, halal, dan dapat disesuaikan dengan khalayak sasaran.
Bahkan Chef Ivan Mangundap juga melihat bahwa tantangan saat ini adalah bagaimana membuat makanan Indonesia disukai oleh berbeda selera.
”Sebagai contoh, adalah melihat situasi dan menerapkan yang tepat, yaitu misalnya asal-usul negara,” katanya.