Tetapi, Salim Said mengawali kariernya sebagai seorang wartawan dan menjadi redaktur sekaligus pendiri majalah Tempo.
Mengutip dari situs Dinas Kebudayaan Jakarta, ia pernah merantau ke Solo, Jawa Tengah saat berusia 15 tahun, sebelum akhirnya menetap dan berkarier di Jakarta.
Di tahun 1960-an, tulisan Salim said mulai banyak menghiasi lembaran kebudayaan di berbagai macam majalah, mulai dari Horison, Budaja Djaya, dan Mimbar Indonesia.
Ketika bekerja sebagai wartawan majalah Tempo, mantan Dubes ini melanjutkan pendidikan tingginya dengan kuliah di Universitas Indonesia jurusan Sosiologi hingga tahun 1979.
BACA JUGA:Profil dan Riwayat Pendidikan Titiek Soeharto, Lulusan UI Bertengger di Dapil DIY, Lolos ke DPR
BACA JUGA:Profil Solihin Gautama Purwanegara, Tokoh Jabar Wafat di Usia 97 Tahun, Orang Dekat Soeharto
Tak lama kemudian, ia langsung melanjutkan studi program doktor di Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat dalam bidang politik.
Hingga disertasinya cukup terkenal karena menyoroti peran politik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada masa revolusi tahun 1945-1949.
Dari tulisan ilmiah itulah yang mengantarnya sebagai sosok pengamat politik militer di Indonesia.
Tidak hanya aktif di bidang politik, Salim Said juga memiliki banyak kegiatan di bidang kesenian, salah satunya film.
Bahkan, ia juga ditunjuk sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1989.
Salim juga didapuk sebagai anggota dari organisasi perfilman Indonesia, yakni Dewan Film Nasional (DFN).
BACA JUGA:Profil dan Riwayat Pendidikan Erina Gudono, Digadang-Gadang Jadi Calon Bupati Sleman
Selain itu, beliau juga sempat menduduki kursi Ketua Hubungan Luar Negeri pada Panitia Tetap Festival Film Indonesia (FFI).
Tak ayal Salim selalu aktif di berbagai rangkaian kegiatan luar negeri untuk meninjau festival film internasional.