Ada pula jalur komite sekolah yang tak jauh dari orang dalam. Di mana, komite sekolah memiliki kedekatan dengan pimpinan sekolah serta dinas terkait.
BACA JUGA:Sir Alex Ferguson Lobi Jim Ratcliffe, Dorong Mauricio Pochettino Gantikan Erik ten Hag
BACA JUGA:Sewot Tas dan HP Milik Hasto Disita KPK, Kronologinya Diungkap Jubir PDIP: Itu Melanggar
Begitu pula dengan broker dari pihak luar yang menjadi sarang terjadinya penipuan.
"Jadi sudah bayar puluhan juta, tapi pas pengumuman namanya tidak muncul. Ketika dikonfirmasi, ternyata si broker ini memang tidak ada hubungannya dengan sekolah. Hanya mengaku-ngaku 'sudah direstui kepala sekolah'."
"Dan terakhir, aplikasi eror itu yang ternyata di lapangan tidak sekadar eror. Juga berdampak terhadap nama kemarin ada, kemudian setelah diperbaiki (sistem aplikasinya), namanya hilang," imbuhnya.
Karena tidak adanya perubahan sistem sejak 2021, pihaknya menduga kuat gratifikasi berpotensi terulang kembali di tahun 2024 ini.
Ubaid menambahkan, banyaknya praktik korupsi selama penerimaan siswa baru ini terjadi karena kurangnya kursi yang tersedia.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Restoran Ramen Halal di Blok M Tanpa Mirin dan Sake, Muslim Wajib Coba!
BACA JUGA:Nyamuk Wolbachia Akan Dilepas di Jakarta, Guru Besar FK UNAIR Ungkap Fakta Kesehatan
Padahal, pemerintah memiliki program wajib belajar 12 tahun dan memiliki kewajiban menyediakan pendidikan yang bebas biaya.
"UU Sisdiknas meletakkan seluruh anak Indonesia sama. Pasal 34 bunyinya bebas biaya yang harus ditegaskan oleh pemerintah."
Sehingga, pemerintah perlu mengatur bagaimana agar kuota cukup serta pembiayaan selanjutnya.
"Selama sistem PPDB itu tidak ada kepastian jaminan semua mendapatkan haknya, ya masyarakat dipaksa untuk rebutan kursi. Tindakan-tindakan koruptif itu pasti akan terjadi," pungkasnya.