Ekonomi Indonesia Melemah, Salah Satu Indikasinya Penerimaan Pajak Mengalami Shortfall

Selasa 16-07-2024,22:19 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Tanpa disangka-sangka, dunia perekonomian Indonesia kini terancam memasuki masa suram hingga tahun depan.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Indonesia kemungkinan besar akan menghadapi berbagai tantangan serta risiko ekonomi global pada tahun 2025.

BACA JUGA:Arab Saudi Bergabung BRICS, Menteri Ekonomi dan Perencanaan Arab Saudi Angkat Bicara

BACA JUGA:PLN Gelar Enterprise Customer Gathering, Apresiasi Pelanggan dan Dukungan untuk Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Bahkan saat ini, menurut Sri Mulyani, Indonesia juga sudah berhadapan dengan merosotnya setoran pajak penghasilan atau Pajak Penghasilan (PPh) akibat anjloknya harga komoditas-komoditas di pasaran, sehingga tingkat penerimaan pajak pun menurun.

"Dari sisi pajak Rp893,8 Triliun kalau kita lihat levelnya sebenarnya cukup comparable. Disamping itu, penerimaan pajak yang berasal dari komoditas base mengalami penurunan yang tajam dari harga CPO, batu bara, dan beberapa harga komoditas lainnya," kata Menkeu Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya pada Selasa 16 Juli 2024. 

Tidak berhenti sampai di sini, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) telah turun atau deflasi sebesar 0,08% pada Juni 2014 dibandingkan bulan sebelumnya (m-t-m).

Ditambah lagi, aktivitas manufaktur Indonesia kini malah turun drastis ke level terendah hanya dalam waktu 13 bulan . Menurut data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global pada Senin (01/07), PMI Manufakturer kini telah turun ke angka 50,7 pada Juni 2024.

BACA JUGA:PaDi UMKM Hybrid Expo 2024 Genjot Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Produk Dalam Negeri

BACA JUGA:Potensi Ekonomi Digital Indonesia Capai Rp4.500 Triliun Tahun 2030, Erick Thohir Ingatkan Hal Ini

"PMI anjlok seperti ini bukanlah hal yang biasa, dimana pertumbuhan pesanan baru hampir terhenti sepenuhnya karena ekspor turun untuk keempat kalinya berturut-turut," kata Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, Trevor Balchin, dilansir dari website resmi S&P Global.

Selain itu, Indonesia juga masih harus berhadapan dengan melemahnya nilai tukar Rupiah dan suku bunga yang tinggi. Bila hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin masalah ini akan berdampak ke daya beli masyarakat dan kesejahteraan para pekerja.

Menurut Ekonom BCA David E. Sumual, pelemahan Rupiah ini 90 Persen diselingi dengan sentimen eksternal terkait ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed), dan 10 Persen lainnya disumbang oleh sentimen domestik terkait isu melebarnya defisit maupun penambahan utang terhadap PDB yang dianggap sebagai risiko fiskal ke depan.

BACA JUGA:Tolak Tapera, Ribuan Polisi Amankan Unjuk Rasa di Patung Kuda dan Kemenkeu

Kementerian Keuangan sendiri telah memproyeksi bahwa penerimaan pajak tahun ini kembali mengalami shortfall atau lebih rendah dibandingkan target yang sudah ditetapkan dengan perkiraan 96,6% terhadap APBN atau sebesar Rp1.921,9 triliun.

Kategori :