Selain itu juga adanya keinginan yang kuat untuk memakai zat atau perilaku adiksi sehingga mengabaikan hal lain seperti sekolah, kuliah, pekerjaan dan relasi sosial.
Tak jarang, seorang yang kecanduan mengalami perubahan mood yang ekstrem, seperti mudah marah, sedih, sensitif, mood swing, cemas, takut, dan lain sebagainya.
Kemudian, muncul perasaan dan sensasi yang tidak nyaman saat tidak mengonsumsi zat atau melakukan perilaku adiksi tersebut.
"Gangguan pola tidur dan pola makan, perubahan energi, mudah lelah atau sangat berenergi, hingga gangguan kesehatan fisik," paparnya.
Meski begitu, mereka tetap menggunakan zat atau melakukan perilaku adiksi walaupun sudah memberikan gangguan dalam fungsi kehidupan.
Maka dari itu, pentingnya tata laksana dengan bantuan profesional untuk mengatasi adiksi baik terhadap zat maupun perilaku.
Lahargo menjelaskan, terdapat beberapa tatalaksana yang bisa dilakukan, mulai dari detoksifikasi dengan rawat inap atau rawat jalan, terapi keluarga, therapeutic community di fasilitas kesehatan atau tempat rehabilitasi, hingga neurofeedback (melatih gelombang otak yang tidak seimbang).
Bisa juga dengan penggunaan psikofarmaka (obat-obatan untuk mengatasi masalah psikologis yang dialami), psikoterapi (menguatkan mental, mengubah mindset, perilaku, dan pemulihan trauma), ataupun Transcranial Magnetic Stimulation (pemberian stimulasi gelombang elektromagnetik di otak).