JAKARTA, DISWAY.ID - Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, memberikan kritik keras atas aturan yang melarang anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri 2024 untuk mengenakan jilbab pada pengukuhan hingga pengibaran bendera pada 17 Agustus mendatang.
Meskipun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah membatalkan aturan tersebut, namun menurut Indraza, peristiwa pengukuhan anggota Paskibraka 2024 pada tanggal 13 Agustus 2024 dimana 18 anggota Paskibraka putri melepas jilbabnya, perlu dievaluasi agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.
"Meskipun tidak secara terang-terangan melarang, namun dengan adanya instruksi agar para peserta menandatangani Surat Pernyataan Kesediaan Mematuhi Aturan Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas Paskibraka Tahun 2024, membuat mereka tidak punya pilihan selain mematuhinya," ujar Indraza dalam keterangannya di Kantor Ombudsman RI, pada Kamis 15 Agustus 2024.
BACA JUGA:Link Live Streaming Sidang Tahunan MPR RI 2024 Besok, Cek di Sini!
Selain itu, dalam Lampiran Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024, pada nomor 4 poin (c) disebutkan bahwa ukuran rambut bagi Paskibraka putri yaitu 1 sentimeter di atas kerah baju bagian belakang dan pada nomor 5 gambar (1) terdapat visualisasi gambar yang hanya menampilkan Paskibraka putri tanpa jilbab.
"Aturan ini dapat dinilai sebagai diskriminasi dalam kebebasan memeluk agama dan menjalankan keyakinan agama sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila," tegas Indraza.
Indraza menambahkan, ketunggalan dan keseragaman yang dimaksud tertuang dalam Bhineka Tunggal Ika, hendaknya diartikan bahwa meskipun berbeda tetapi tetap satu jua.
BACA JUGA:Partai Demokrat Serahkan Surat Rekomendasi untuk 52 Pasangan Pilkada 2024
Dalam hal ini bisa diterjemahkan meskipun berbeda-beda tampilan para anggota Paskibraka tapi memiliki satu tujuan untuk pengibaran sang saka merah putih.
"Dengan demikian, Ombudsman menolak keras terkait aturan untuk melepas jilbab pada saat bertugas mulai dari pengukuhan, pengibaran, serta penurunan bendera pada saat upacara di Istana Negara Nusantara," ucapnya.
Menurut Indraza, hal ini juga bertentangan dengan Pancasila sila pertama yang secara jelas menyebutkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dimaknai dengan kepercayaan dan keyakinan untuk menganut agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
Selain itu, di dalam Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 29, menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.