Para Ahli Soroti Kandungan BPA di Galon Air, Tak Terbukti Ilmiah Sebabkan Gangguan Kesehatan

Rabu 11-09-2024,05:41 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID – Jika mendengar kandungan BPA seringkali dikaitkan dengan galon air kemasan.

Sebetulnya, apa itu BPA?

Benarkah dampaknya dapat memicu gangguan kesehatan?

Mengenal BPA

BPA (Bisphenol-A) banyak ditemukan pada barang-barang di sekitar kita dan sering berkontak dengan kita.

Tidak hanya pada kemasan pangan, melainkan juga pada barang-barang lain misalnya thermal paper yang digunakan pada kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.

Akhir-akhir ini, BPA sering dituding sebagai salah satu risiko permasalahan kesehatan.

BACA JUGA:Air Minum Galon Guna Ulang Aman Dikonsumsi: Tidak Sebabkan Autisme!

Ditengarai, BPA bersifat sebagai endocrine disruptor, yang bisa menyerupai hormon estrogen, memicu pubertas dini pada anak perempuan, dan berefek pada kelenjar prostat. Namun, benarkah demikian?

Hal ini dibahas secara mendetil pada Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS di Jakarta, dengan menghadirkan dua orang pakar di bidang polimer dan endokrinologi.

BPA adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi.

BACA JUGA:Pengamat Sebut Ketergantungan Air Galon Jadi Penyebab Jatuhnya Ekonomi Kelas Menengah

“BPA diproses dengan bahan lain untuk menjadi polikarbonat. Kalau sudah jadi polikarbonat, dia menjadi material yang kuat. Kandungan BPA-nya sudah hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah luruh,” papar Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA - Guru Besar dalam bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB, yang juga ahli polimer.

Lebih jauh Prof. Nugraha menjelaskan, sisa BPA yang ada pada kemasan polikarbonat atau epoksi baru dapat berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrim.

 “Polikarbonat itu sangat tahan panas; melting point-nya (titik leleh) 200 derajat Celcius. Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya,” papar Prof. Nugraha.

Kategori :