KONAWE, DISWAY.ID - Guru honorer Supriyani menjalani sidang kedua kasus dugaan penganiayaan siswa yang menjeratnya hingga ke persidangan.
Dalam sidang tersebut, agendanya yakni eksepsi atas pembelaan yang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin 28 Oktober 2024.
Sidang kedua yang dijalani guru Supriyani beragendakan eksepsi atau pembelaan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam pembelaan yang dibacakan oleh kuasa hukum Supriyani, disinggung soal berita acara penggeledahan dan penyitaan yang disebut tidak sah dan cacat hukum.
“Berita Penggeledahan dan penyitaan tidak sah dan cacat hukum. Sehingga berita acara pemeriksaan cacat hukum pula,” kata kuasa hukum Supriyani di depan majelis hakim yang terbuka untuk umum.
Dikatakan cacat hukum, kata dia, apabila syarat-syarat penyidikan tak dipenuhi penyidik.
“Di mana proses penyidikan tak menunjuk penasehat hukum sejak awal penyidikan, tak dapat diterima. Bahwa selama pemeriksaan terdakwa tak didampingi PH, namun oleh petugas lain dengan demikian BAP terdakwa cacat hukum, tidak sah, BAP tak sah dan cacat hukum pula,” katanya.
Kuasa Hukum Supriyani menegaskan dakwaan tak dapat diterima karena melanggar kodeetik.
“Penyidikan tak sesuai prosedur dengan sistem peradilan anak. Perkara anak itu khusus, sudah diatur dalam sistem peradilan anak,” katanya.
Dalam UU 11 tahun 2012, pasal 1 ayat 2, lanjut kuasa hukum perkara anak yang berhadapan dengan hukum atau ABH kategori anak maka harus didampingi penasihat hukum.
“Pasal 23 ayat 2, setiap pemeriksaan, anak saksi atau anak korban harus didampingi orang tua atau pekerja sosial profesional. Dalam melakukan penyidikan, harus meminta saran dan dalam memeriksa anak korban dan saksi, harus minta laporan tenaga kerja sosial profesional,” ucapnya.
Hasil penelitian kemasyarakatan juga wajib diserahkan ke BAPAS.