BACA JUGA:Para Pemuda Siswa SMP Torehkan Prestasi di Ajang GSI 2024, Ini Kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti
Tak hanya itu, nilai UN yang digunakan untuk seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga dapat melahirkan diskriminasi baru.
"Kalau UN ini hasilnya untuk dipakai seleksi saat PPDB, ya akan melahirkan diskriminasi baru gara-gara UN lalu kita mundur lagi ke zaman merit system yanh tidak berkeadilan ini," tuturnya.
Di sisi lain, pemerintah mengganti UN menjadi Asesmen Nasional (AN).
Ubaid menyebut bahwa asesmen ini masih belum menjawab persoalan yang ada dari dihapusnya UN.
Namun, ia menambahkan, AN bisa dilanjutkan dengan adanya berbagai perbaikan sehingga lebih komprehensif serta datanya turut dibuka.
Pasalnya, "Saat ini AN dikelola secara tertutup dan tidak akuntabel.
"Kalau untuk sekedar assessment ya harus yang lebih komprehensif, jangan hanya siswanya dievaluasi. Gurunya juga dong, biar tahu perkembangannya," tegasnya.
Ia menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak untuk memastikan keberhasilan proses pendidikan.
"Yang diukur itu tidak hanya siswanya, tapi semua yang ada dan terlibat di sekolah. Jadi nanti keliatan: Gurunya bagaimana; Siswanya bagaimana; Keterlibatan orang tua dan masyarakat bagaimana," bebernya.
Ia menegaskan bahwa 8 standar nasional pendidikan harus diukur dalam asesmen tersebut.
"Semua standar pendidikan yang 8 itu juga diukur dalam asesmen. Lalu datanya dibuka ke publik supaya jadi pembelajaran dan baseline data untuk strategi peningkatan kualitas," pungkasnya.