Ngerinya Era Post-Truth Kala Influencer Lebih Dipercaya dibanding Pakar

Jumat 08-11-2024,04:30 WIB
Reporter : Annisa Amalia Zahro
Editor : Reza Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini dunia telah memasuki era post-truth bersamaan dengan fenomena matinya kepakaran (the death of the expertise) yang mengkhawatirkan.

Pasalnya, berbagai disiplin ilmu kini justru dikalahkan oleh informasi yang lebih populer dan sensasional, terutama di media sosial.

Era post-truthini semakin ditandai dengan masyarakat lebih mempercayai informasi yang bersumber dari influencer alih-alih pakar di bidangnya.

Dosen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Angga Prawadika Aji, S.IP, M.A menyebut terdapat dua faktor utama yang mendorong munculnya era post-truth, yakni perkembangan politik dan popularitas media sosial.

BACA JUGA:Dokter Ahli Forensik Pastikan Luka Korban Supriyani Bukan Karena Sapu, Kuasa Hukum: Semakin Jelas

BACA JUGA:47 Negara Bebas Visa untuk Pemegang Paspor Indonesia, Perjalanan ke Luar Negeri Jadi Mudah!

“Post-truth itu berkaitan dengan dua faktor utama. Yang pertama tentang perkembangan politik dan yang kedua tentang popularitas media sosial," ungkap Angga, dikutip dari laman resmi Unair, 7 November 2024.

Kedua faktor tersebuut lantas menjadi fenomena yang menimbulkan banyak perdebatan.

"Keduanya kemudian mendefinisikan bagaimana post-truth menjadi sebuah fenomena yang menimbulkan banyak perdebatan. Salah satunya adalah apa yang disebut dengan matinya kepakaran,” lanjutnya.

BACA JUGA:Link dan Cara Download Logo Hari Pahlawan 2024, Ada Format JPEG, PDF, PNG, hingga CDR

BACA JUGA:Rezky Aditya dan Wenny Ariani Sepakat untuk Tes DNA, Kuasa Hukum: Supaya Anak Ada Kepastian Hukum

Angga juga menyoroti dampak besar dari media sosial yang menurunkan nilai keahlian.

Seperti yang diketahui, media sosial kini memberikan panggung besar bagi semua orang, meski ia tidak tidak memiliki kemampuan di bidang tertentu.

“Seperti kata Umberto Eco, ahli semiotika, media sosial kini menjadi sumber masalah besar."

"Orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas, tidak memiliki expertise kemudian suaranya memiliki bobot yang sama dengan orang yang selama bertahun-tahun memiliki dasar ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Angga.

Kategori :