JAKARTA, DISWAY.ID -- Penyandang mata juling rentan mengalami tekanan mental yang berujung pada penurunan kualitas hidup.
Bahkan, penyandang strabismus atau mata juling 10 persen lebih tinggi berpotensi mengalami gangguan mental.
Beberapa gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.
BACA JUGA:Resistensi Antibiotik Jadi Silent Pandemi, Waspada saat Konsumsi Ayam dan Ikan
Hal ini berkaitan dengan stigma di masyarakat yang memiliki pandangan miring terhadap orang dengan mata juling.
“Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang ‘berbeda’ lantaran posisi bola mata yang tidak sejajar," ungkap Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics dr. Gusti G. Suardana, SpM(K), dikutip 19 November 2024.
Akibat stigma yang keliru tersebut, lanjutnya, mereka sangat riskan mendapatkan tekanan sosial, mulai dari prasangka, kesalahpahaman, sampai perlakuan negatif.
"Efek mata juling tidak berhenti pada terganggunya penglihatan. Kualitas hidup mereka pun menurun sebab kepercayaan diri yang terusik dan interaksi sosial yang terbatas,” tuturnya.
BACA JUGA:Pafi Ogan Komering Ulu Selatan Membagi Obat Kesehatan Setiap Minggu
BACA JUGA:Pafi Ogan Komering ilir Menyediakan Obat Kesehatan Segala Jenis Penyakit Lengkap
Mata juling sendiri terjadi akibat terganggu atau lemahnya kontrol otak terhadap otot mata.
Sehingga, bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness).
Biasanya, penyandang mata juling merasakan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan saat belajar atau bekerja.
Sementara pada anak, mata juling berisiko pada perkembangan fungsi penglihatan.