JAKARTA, DISWAY.ID -- Polemik Gus Miftah yang berawal dari ujaran dengan kata-kata kasar kepada penjual es teh berujung pada pengunduran dirinya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Sarana Keagamaan.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute Dewi Rahmawati Nur Aulia menilai, dengan adanya peristiwa ini, pemerintah perlu mengambil langkah proaktif dalam mengatur, dan memfasilitasi penguatan kapasitas para penceramah agama.
Hal ini dapat dilakukan melalui skema sertifikasi sehingga meningkatkan kredibilitas, akuntabilitas, dan kualitas dakwah di Indonesia.
BACA JUGA:Penggeledahan di Sejumlah Kantor Dinas Pekanbaru, KPK Tegaskan Tak Ada Penangkapan
BACA JUGA:Tiga Juta Kendaraan Diprediksi Tinggalkan Jakarta Selama Libur Nataru, Jasa Marga Bersiaga
“Kasus Miftah dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk meninjau kembali pentingnya standar kualifikasi penceramah agama di berbagai konteks agama apapun,” kata Dewi dalam keterangannya kepada Disway, Senin 10 Desember 2024.
Menurutnya, masyarakat perlu figur penceramah yang tidak semata memiliki pemahaman agama yang mendalam, melainkan juga kepekaan sosial terhadap situasi masyarakat.
Sehingga, sertifikasi penceramah agama ini bisa menjadi salah satu standari yang menjadi jaminan atas nilai-nilai yang akan disampaikan.
“Sertifikasi penceramah agama bisa menjadi salah satu standar untuk menjamin bahwa materi dakwah yang disampaikan sesuai dengan nilai-nilai kepatutan, edukatif, informatif, mendamaikan, memberdayakan, dan tidak menimbulkan konflik sosial,” ungkap Dewi.
BACA JUGA:JK Klaim Tak Ada Kubu-kubuan di Kisruh PMI: Semua Pro Saya
BACA JUGA:JK Yakin Kemenkum Tolak Hasil Munas PMI Tandingan Agung Laksono!
Dalam hal ini, ia menegaskan bahwa sertifikasi harus dapat diakses secara inklusif dengan melibatkan organisasi keagamaan, akademisi, dan perwakilan komunitas.
Dengan begitu diharapkan tidak menimbulkan kesan diskriminatif terhadap golongan tertentu.
Proses tersebut, lanjutnya, bertujuan menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap kompetensi para penceramah.
"Sertifikasi bukan bermaksud untuk membatasi siapa saja yang boleh berceramah, hal ini diharapkan dapat menjadi standar untuk para penceramah dengan standar keilmuan yang dipercaya dan etika yang terukur dan terjaga," tambah Dewi.