Contohnya, kilang Pertamina di Cilacap telah menggunakan panel surya sebesar 4 MWp.
Dari sisi bisnis, Pertamina berencana memanfaatkan infrastruktur eksisting, seperti jaringan pipa gas, kilang, dan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas), untuk mengintegrasikan hidrogen.
BACA JUGA:Bahas Percepatan Penyusunan RDTR Bersama Mendagri, Menteri Nusron: Memudahkan Iklim Investasi
BACA JUGA:PDIP Ungkap Alasan Pecat Jokowi, Singgung Intervensi MK hingga Dukung KIM
"Misalnya, pipa gas Pertamina dapat digunakan untuk mentransportasikan hidrogen hingga 30 persen, sementara SPBG dapat dikonversi menjadi stasiun pengisian hidrogen (HRS)," tutur Ary.
Pertamina telah memulai sejumlah proyek strategis untuk pengembangan hidrogen di Indonesia, antara lain Pelaju Clean Hydrogen, Jakarta Hydrogen Mobility, Hydrogen Filling Station di Dumai, Blue Ammonia Bintuni. Target produksi proyek ini adalah 1 juta ton hidrogen pada 2031, dengan fokus pada pasar ekspor Jepang dan Korea.
Meski fokus utama adalah pemenuhan kebutuhan domestik, Pertamina juga menargetkan pasar ekspor, khususnya ke negara-negara maju seperti Jepang dan Korea yang telah mengimplementasikan teknologi hidrogen.
Namun, Pertamina tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal jika permintaan meningkat.
"Pertamina membuka peluang diskusi dengan berbagai pihak, termasuk kementerian, regulator, dan mitra bisnis, untuk membangun ekosistem hidrogen yang terintegrasi," terang Ary.
BACA JUGA:Daftar Lengkap Upah Minimum 2025 di Jabodetabek, UMK Bekasi Rp5.690.752
Dengan memanfaatkan aset eksisting dan teknologi terbaru, Pertamina berharap dapat mempercepat implementasi hidrogen di Indonesia, sejalan dengan target pemerintah dalam mencapai kemandirian energi dan pengembangan ekonomi hijau.
“Kolaborasi adalah kunci. Dengan sinergi semua pihak, cita-cita Indonesia untuk menjadi negara mandiri energi dan memperkuat perekonomian dapat segera terwujud,” tutupnya.