JAKARTA, DISWAY.ID - Gereja Katedral Jakarta menegaskan upaya perkuat gerakan antikorupsi yang semakin merajalela di Indonesia.
Menurut Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo, jati diri paling dasar manusia yang diingkari memicu terjadinya korupsi.
Namun demikian, ia menyoroti kompleksitas permasalahan dari polemik korupsi ini.
BACA JUGA:Daftar Acara Seru di TMII Rayakan Natal dan Tahun Baru, Bisa Naik TransJakarta atau LRT
Pasalnya, Suharyo menyebut bahwa korupsi ini bisa dilihat dari berbagai aspek, salah satunya budaya.
"Diingkari seperti apapun, masyarakat kita itu budayanya adalah budaya feodal. Tidak bisa disangkal, salah satu contoh dalam kebudayaan tertentu, bahasa tertentu, diciptakan untuk melestarikan feodalisme," ungkap Suharyo dalam konferensi pers usai Misa Natal di Gereja Katedral Jakarta, 25 Desember 2024.
Kemudian, baik sadar maupun tanpa sadar, masyarakat yang hidup di dalamnya akan berpikir mengenai gengsi mengenai kedudukan.
BACA JUGA:Sampaikan Pesan Natal, Uskup Agung Singgung Kenaikan PPN hingga Ketidakpastian Ekonomi
"Di dalam masyarakat feodal, yang paling dicari-cari adalah kedudukan status itu, status sosial gengsi dan sebagainya. Nah kalau sudah orientasi hidupnya seperti itu, tanpa disadari maka segala macam cara mau dicari untuk mencapai yang dicari itu, entah kekuasaan, gengsi. Dan itu semua butuh uang, jadilah korupsi," paparnya.
Selain itu, sistem Suharyo menyebut bahwa sistem tata kelola di Indonesia yang menjadikan korupsi sebagai alat untuk menjegal orang melalui korupsi.
BACA JUGA:Pastikan Kenyamanan Beribadah Natal, Nusron Wahid Serahkan Sertipikat Tanah Gereja di Jaktim
"Korupsi dibiarkan supaya nanti pada waktunya bisa digunakan untuk kepentingan tertentu, itu kan politik yang busuk sebetulnya, dan segala macam cara," tandasnya.
Ia menegaskan bahwa korupsi ini bisa terjadi di mana saja, termasuk di gereja atau rumah keagamaan.
BACA JUGA:10 Mal di Jakarta yang Gelar Event Spesial Natal 2024, Liburan Seru dan Asik Bersama Keluarga!
"Gereja sendiri tidak berarti bebas dari keadaan seperti itu, maka yang diusahakan oleh gereja yang saya tahu di Keuskupan Agung Jakarta adalah membuat lembaga gereja itu transparan sehingga dapat dipercaya."