Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Menurut Mazhab

Kamis 27-02-2025,12:12 WIB
Reporter : Subroto Dwi Nugroho
Editor : Subroto Dwi Nugroho

Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat. 

BACA JUGA:Amalkan Doa dan Dzikir Malam Isra Miraj 27 Rajab: Arab, Latin, dan Artinya

BACA JUGA:Menurut Islam, Ada 5 Ciri-ciri Istri yang Tidak Pantas Dipertahankan

Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.

4. Madzhab Hanbali Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni  suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. 

Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. 

Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. 

Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid. 

BACA JUGA:Bacaan Doa dan Amalan Jumat Terakhir Bulan Rajab 1446 H/2025, Umat Muslim Wajib Tahu!

BACA JUGA:Anak Lahir di Luar Nikah Siapa Wali Nikahnya Menurut Ustadz?

Jadi para ulama dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. 

Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. 

Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah, dan Adapun selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat. 

Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. 

Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara  mereka ada yang menolak.

Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.

Kategori :