"Itu sudah kita buat laporan polisi dan akan kita gugat perdata juga. Karena ada hak kita di situ," katanya.
"Jadi sudah clear, nanti masalah sisa pembayaran itu memang kita akan tempuh jalur hukum sendiri," sambungnya.
Perlu diketahui, pada awalnya, Ira sebagai pengelola mitra dapur MBG Kalibata bekerja sama dengan yayasan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dari Februari hingga Maret 2025.
BACA JUGA:Dorong Percepatan MBG, Bapanas Akan Dukung Penyusunan Regulasi dan Optimalisasi SDM
BACA JUGA:Pemerintah Mau Bangun 3 Dapur Umum MBG Premium, Dekat Lapangan Golf
Selama periode tersebut, mereka telah memasak sekitar 65.025 porsi dalam dua tahap.
Perselisihan mulai muncul pada Senin, 24 Maret, saat Ira mengetahui ada perbedaan anggaran untuk siswa PAUD, TK, RA, dan SD. Dalam kontrak, harga yang disepakati adalah Rp15.000 per porsi, namun di tengah jalan, harga berubah menjadi Rp13.000. Yayasan sudah mengetahui perubahan ini sejak Desember 2024.
Akibat pengurangan harga, hak Ira sebagai mitra dapur juga terpotong Rp2.500 per porsi. Jadi, harga per porsi menjadi Rp12.500 (dari Rp15.000) atau Rp10.500 (dari Rp13.000).
Selain itu, Badan Gizi Nasional (BGN) diketahui telah membayar yayasan sebesar Rp386.500.000. Namun, saat Ira menagih haknya, yayasan justru mengatakan Ira kekurangan bayar Rp45.314.249 dengan alasan kebutuhan di lapangan.
BACA JUGA:Wow! Prabowo Akui Banyak Pemimpin Dunia Ingin Belajar Program MBG dari Indonesia
BACA JUGA:Ketum Kadin: Progam MBG akan Bantu Berdayakan Perekonomian Masyarakat Terutama di Derah
Padahal, semua biaya operasional, termasuk bahan pangan, sewa tempat, kendaraan, listrik, peralatan dapur, dan juru masak, ditanggung Ira.
Ketika pihaknya menuntut pencairan tahap dua, yayasan tidak membayar sama sekali.
Akhirnya merasa kecewa dengan kurangnya transparansi dari SPPG, dan memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dan melaporkan yayasan tersebut ke polisi.