JAKARTA, DISWAY.ID — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa praktik vasektomi sebagai metode kontrasepsi bersifat haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang sesuai dengan syariat Islam.
Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat, Kiai H. Asrorun Niam Sholeh, menyusul rencana kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengusulkan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) dan beasiswa.
"Islam tidak melarang program Keluarga Berencana (KB) selama jenis dan metode yang digunakan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Namun, vasektomi termasuk kategori kontrasepsi dengan efek pemandulan permanen, sehingga secara hukum agama hal tersebut dilarang," ujar Kiai Niam saat diwawancarai media di Jakarta pada Senin 5 Juni 2025.
BACA JUGA:Respons Menteri Wihaji Soal Program Vasektomi Sebagai Syarat Penerima Bansos
Menurutnya, kebijakan yang menjadikan vasektomi sebagai syarat administratif untuk mendapat bansos merupakan langkah yang keliru dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kiai Niam yang juga dikenal sebagai pengasuh Pesantren An-Nahdlah Depok mengingatkan bahwa kebijakan publik harus dirumuskan berdasarkan kajian komprehensif, bukan sekadar niat baik yang justru menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Bila syarat vasektomi tetap dipaksakan dalam penyaluran bansos, maka kebijakan itu wajib dikoreksi. Bahkan, jika tetap dijalankan, tidak boleh ditaati oleh umat,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa MUI siap berdialog dan memberikan masukan kepada pemerintah demi kemaslahatan umat dan menghindari kebijakan yang berpotensi membebani Presiden.
Isu Vasektomi Pernah Muncul Tahun 1979
Isu vasektomi bukan hal baru di lingkungan MUI. Sejak tahun 1979, MUI telah menetapkan bahwa vasektomi dan tubektomi dihukumi haram karena menyebabkan kemandulan permanen.
BACA JUGA:Vasektomi Jadi Syarat Bansos Dikhawatirkan Langgar HAM
Meskipun sempat muncul usulan dari BKKBN pada 2009 dan 2012 mengenai kemungkinan rekanalisasi (penyambungan saluran sperma), hasil kajian para ulama tetap menyatakan hukum haram, kecuali dalam kondisi darurat yang memenuhi lima kriteria ketat. Kelima syarat itu mencakup:
- Tidak bertentangan dengan syariat,
- Tidak menyebabkan kemandulan permanen,
- Adanya jaminan medis bahwa fungsi reproduksi bisa pulih,
- Tidak menimbulkan mudarat bagi pelaku,
- Tidak dijadikan sebagai bagian dari program KB permanen (kontrasepsi mantap).
“Meski teknologi memungkinkan rekanalisasi, para ahli menyebutkan peluang keberhasilannya tidak bisa dijamin. Karena itu, sosialisasi publik terkait vasektomi harus dilakukan dengan objektif dan tidak bersifat masif, apalagi menyasar umat Islam secara khusus,” kata Kiai Niam yang juga merupakan Guru Besar Fikih.
Kontrasepsi Berfungsi Mengatur, Bukan Membatasi
MUI mengingatkan bahwa tujuan utama penggunaan kontrasepsi adalah untuk mengatur kelahiran (tanzhim al-nasl), bukan membatasi secara mutlak (tahdid al-nasl), apalagi sebagai legitimasi terhadap gaya hidup menyimpang dari nilai agama.
Dalam konteks membangun keluarga sehat dan berkualitas, edukasi masyarakat dinilai lebih penting daripada pendekatan koersif yang bersifat administratif. MUI menekankan bahwa tanggung jawab merawat generasi bangsa tidak boleh dikompromikan dengan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip syariat.