JAKARTA, DISWAY.ID-- Komisi V DPR RI menyatakan, telah mendapat amanat dari pimpinan DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online sebagai solusi terkait polemik tarif pengemudi ojek online (ojol).
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi V DPR RI Lasarus, melalui keterangan resmi, usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan driver aplikasi transportasi online di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 21 Mei 2025.
BACA JUGA:Puan Maharani Turun Tangan Untuk Carikan Solusi Terbaik Bagi Ojol
BACA JUGA:Modantara Sebut Tuntutan Ojol Sangat Bergantung pada Realitas Ekonomi
Lebih lanjut, Lasarus mengatakan, pihaknya telah berupaya mencari titik temu terkait dengan regulasi angkutan berbasis aplikasi online alias daring.
"RUU Transportasi Online tak hanya akan dibahas di Komisi V DPR. RUU Transportasi Online harus melibatkan Komisi I, Komisi IX, bahkan Komisi XI DPR," katanya.
Tentunya, Lasarus menegaskan, RUU Transportasi Online juga akan melibatkan Kementerian Hukum dan HAM.
BACA JUGA:Driver Ojol Protes Keras Potongan Komisi 20 Persen, Pengamat Soroti Regulasi yang Longgar
BACA JUGA:Menaker Yassierli Sebut Pengemudi Ojol dan Kurir Online Wajib Dapat Jaminan Sosial
Namun demikian, untuk pembahasan lebih lanjut, Lasarus menuturkan saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari pimpinan DPR.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, pihaknya sedang mencari solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan yang sedang dialami para pengemudi ojol, yang melaksanakan aksi besar-besaran di Jakarta, Selasa 20 Mei 2025.
Menurut Puan Maharani, pihak DPR tengah mencari solusi terbaik yang tidak menyebabkan salah satu pihak dirugikan menyangkut polemik tarif dan kesejahteraan pengemudi ojol ini.
BACA JUGA:Kapolda Metro Turun Tangan Adang Ojol Geruduk Kantor Kemenhub: Kalau Gak Tertib Kita Bubarkan!
BACA JUGA:Dampak Demo Ojol, Pengamat: Perputaran Uang Ratusan Miliar Berpotensi Hilang
Sebelumnya, pada Selasa 20 Mei 2025, para pengemudi ojol menggelar unjuk rasa yang dipicu oleh ketidakpuasan para pengemudi terhadap kebijakan aplikator yang dianggap merugikan.