Pemberhentian Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia Tuai Polemik, Ada yang Banting Setir Jadi Driver Online

Minggu 01-06-2025,01:30 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID – Keputusan Presiden Nomor 69/M Tahun 2024 tentang pemberhentian Komisioner Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) menjadi sumber polemik serius.

Pemberhentian mendadak ini dinilai tidak hanya mengabaikan prinsip hukum, tapi juga mengguncang stabilitas kehidupan para komisioner yang diberhentikan sepihak.

Salah satunya adalah Rachma Fitriati, Komisioner KTKI, yang mengungkap dampak personal dari keputusan tersebut.

“Sebagian dari kami terpaksa berpindah profesi secara mendadak. Bahkan ada yang kini menjadi pengemudi daring. Ini menyakitkan,” ungkapnya dalam pernyataan kepada media. 

Menurut Rachma, pemberhentian tersebut dilakukan tanpa transparansi dan akuntabilitas. Ia menekankan bahwa Pasal 450 Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih memberikan dasar hukum bagi KTKI untuk melaksanakan tugasnya sampai struktur konsil baru terbentuk secara sah.

“Pasal itu menjamin keberlanjutan tugas kami. Tapi yang terjadi justru pemecatan mendadak dan secara sepihak,” ujarnya.

“Logikanya, tidak mungkin Kemensesneg memiliki kewenangan di atas Undang-Undang,” tegas Rachma.

BACA JUGA:SELAMAT! Nomor Kamu Ditransfer Saldo DANA Gratis Rp304.000 dari DANA Kaget Hari Ini Spesial Awal Bulan, Klaim Sekarang

Ia menyoroti pula inkonsistensi antara UU No. 17/2023 dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 12/2024 Pasal 50, yang seolah-olah lebih berkuasa dengan langsung menghentikan fungsi, tugas, dan wewenang KTKI—padahal konsil baru belum terbentuk.

Dalam sidang terbuka perkara 7/G/2025/PTUN.JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, kuasa hukum KTKI, Yuherman, menyebut keputusan tersebut cacat secara hukum.

"Pemutusan sebelum masa tugas berakhir tanpa alasan hukum yang sah adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan perlindungan hukum,” ujar Yuherman di hadapan majelis hakim.

Ia menekankan bahwa lembaga dan pejabat adalah dua entitas berbeda. Sehingga, aturan peralihan seharusnya tidak hanya mengatur struktur lembaga, tetapi juga menjamin kepastian nasib pejabat yang telah diangkat secara sah melalui SK Presiden.

"Setiap keputusan Tata Usaha Negara (TUN) harus mengacu pada prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak, termasuk hak ekonomi dan sipil yang melekat pada jabatan,” tegasnya.

 

Saksi ahli dari Universitas Andalas, Khairul Fahmi, mendukung pendapat tersebut. Ia menyebut keputusan Presiden tentang pemberhentian Komisioner KTKI mengandung cacat hukum dan harus segera dicabut.

Kategori :