Aliansi menyampaikan bahwa Tersangka M berpotensi menjadi korban peradilan tidak adil, dengan beberapa alasan utama:
- M baru pertama kali bertemu dengan korban beberapa jam sebelum kejadian, sehingga tidak memiliki motif untuk menyakiti.
- Berbeda dengan KOMPOL YG dan IPDA HC yang punya relasi kekuasaan terhadap korban.
- Kondisi fisik M yang lemah akibat konsumsi obat membuatnya mudah kehilangan kesadaran, tidak seperti para pria yang lain.
- Ada indikasi manipulasi informasi, termasuk saat jenazah dibawa ke RS Bhayangkara tanpa mengikuti prosedur yang benar.
- KOMPOL YG pernah meminta M untuk merahasiakan penggunaan narkotika dan obat.
- M tidak memiliki jaringan atau kenalan di NTB, sehingga sangat rentan terhadap stigma sosial dan tekanan hukum.
- Proses hukum berjalan lambat, bahkan otopsi baru dilakukan lewat ekshumasi pada 1 Mei 2025, hampir dua minggu setelah kematian korban.