Sementara grafik kedua menunjukkan kesenjangan jumlah peneliti per satu juta penduduk: negara berpendapatan tinggi memiliki hingga 4.134 peneliti, sementara kelompok upper-middle income hanya mencapai 994, dan Indonesia yang masuk kategori lower-middle income baru berada di angka 490 peneliti per sejuta penduduk.
“Inovasi dan riset harus diprioritaskan untuk mempersempit kesenjangan dengan negara-negara maju,” bunyi narasi utama pada layar presentasi dalam forum tersebut.
Menurut Stella, untuk mengejar ketertinggalan tersebut, tak cukup hanya bergantung pada pemerintah.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi jangka panjang antara pemerintah, perguruan tinggi, industri, dan mahasiswa.
“Pertumbuhan ekonomi hanya bisa dicapai jika kita bersama-sama meningkatkan kapasitas kita. Tak ada peradaban yang bisa maju tanpa ilmu pengetahuan dan riset,” tegasnya.
Forum KSTI 2025 menjadi panggung penting untuk menyatukan langkah menuju ekosistem inovasi nasional yang lebih inklusif, kolaboratif, dan berdampak.
Dengan peran sentral universitas, serta dukungan regulasi dan pendanaan yang memadai, Indonesia diharapkan mampu mempercepat transformasinya menjadi negara berpendapatan tinggi dalam beberapa dekade ke depan.