JAKARTA, DISWAY.ID-- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin kembali menyoroti kondisi yang memprihatinkan dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.
Menkes secara terbuka mengungkapkan keprihatinannya bahwa calon dokter spesialis di Tanah Air harus menanggung beban biaya pendidikan yang sangat mahal, sebuah anomali jika dibandingkan dengan mayoritas negara lain di mana mereka justru digaji selama menempuh pendidikan spesialisasi.
BACA JUGA:Cipta Perdana Lancar (PART), Food Tray Lokal Halal Berkualitas Dukung MBG
BACA JUGA:Makin Terdesak, PN Jaksel Gugurkan PK Silfester Usai Absen Lantaran Sakit
"Ada dua negara yang (calon) dokter spesialisnya harus bayar, Indonesia dan Lithuania. Di negara lain, mereka itu digaji sebagai residen," ujar Menkes Budi dalam konferensi pers yang digelar di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Rabu 27 Agustus 2025.
Pernyataan ini menggarisbawahi betapa unik dan memberatkannya sistem yang berjalan di Indonesia selama ini.
Menurut Menkes Budi, tingginya biaya ini menjadi salah satu penghalang utama dalam pemenuhan jumlah dokter spesialis yang sangat kurang di Indonesia.
BACA JUGA:24 Tokoh Antikorupsi Ajukan Amicus Curiae ke MK Soroti Pemberantasan Korupsi yang Salah Arah
BACA JUGA:Indonesia Retail Summit dan Expo 2025: Kolaborasi Jadi Kunci Transformasi Industri Ritel Nasional
Ia bahkan menyebut beberapa negara seperti contohnya di Korea, calon dokter spesialis malah justru digaji dan tidak membayar.
"Di negara lain, mau jadi dokter spesialis itu dibayar gajinya. Ini bukan maksudnya kita menyalahkan, tapi kita melihat best practice-nya, di negara lain itu seperti apa," tegas Menkes.
Beban Finansial Calon Dokter Spesialis di Indonesia
Untuk menjadi seorang dokter spesialis di Indonesia, seorang dokter umum harus mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di universitas yang memiliki fakultas kedokteran.
Selama masa pendidikan yang bisa berlangsung 4-5 tahun atau lebih ini, mereka tidak hanya berhenti dari praktik sebagai dokter umum yang menjadi sumber penghasilan, tetapi juga harus membayar biaya pendidikan yang fantastis.
BACA JUGA:Jaga Demokrasi, Platform Wajib Moderasi Konten DFK