Oleh: Dahlan Iskan
KAREBOSI, saya datang. Jam 05.30 yang basah. Senin pagi kemarin. Untung ada lapangan upacara yang terbuat dari beton.
Luas sekali. Bisa senam dansa di situ. Bersama pesenam Makassar.
Dan tamu-tamu yang datang ke Makassar untuk Munas PSMTI –Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia.
Saya jadi ingat kehebohan Karebosi di masa lalu –15 tahun yang lewat. Juga ingat Karebosi di masa yang lebih jauh lagi –sebelum direnovasi. Yang kalau musim hujan sering tergenang. Persebaya pernah latihan
di situ –sehari sebelum bertanding melawan Si Ayam Jantan dari Timur, PSM. Saya jadi ingin bertemu Hasan Basri. Salah satu pengusaha terbesar di Makassar. Yang bermarga Tho.
Yang merenovasi Karebosi 15 tahun lalu. Yang penuh dengan kontroversi. Sampai anaknya meninggal dunia –Hasan percaya akibat stres yang tak tertahankan.
Itu anak laki-laki pertama. Namanya: Nurdin Hasan. Nurdin-lah putra mahkota kerajaan bisnis Hasan. Ia yang setiap hari menghadapi persoalan Karebosi. Dihujat. Didemo. Diperkarakan. Dan jadi bulan-bulanan media.
Renovasi lapangan Karebosi itu ditentang banyak pihak. Harusnya wali kota Makassar saat itu, Ilham Arief Sirajuddin, yang jadi sasaran utama. Tapi Hasan dan anaknya lebih empuk untuk digebuki.
Suatu pagi di tahun 2010, Nurdin tidak bangun. Ia meninggal di tempat tidurnya, di rumahnya. Tanpa pernah sakit apa pun. Umurnya baru 36 tahun. Anaknya dua orang.
"Ia tidak kuat menahan tekanan dan ancaman," ujar Hasan tadi malam.
Saya bertemu Hasan di lantai teratas hotelnya: Condotel Makassar. Lokasinya di sebelah lapangan Karebosi. Lantai paling atas ini menghadap langit. Dari sini bisa melihat kota Makassar dari atas.
Di waktu senja. Ketika matahari memerah di balik awan tipis. Termasuk bisa melihat pelabuhan Makassar di Barat, gedung Bosowa di Selatan, Graha Pena di Timur, dan Lapangan Karebosi di bawah.
Hasan sudah berumur 82 tahun. Masih gesit. Orang bilang, saya selalu berjalan sangat cepat –tapi Pak Hasan berjalan lebih cepat dari saya. Bicaranya bersemangat –dengan logat Makassar yang kental.
Saya jadi ingin tahu: berapa banyak Hasan dapat keuntungan dari renovasi Karebosi –kilometer 0-nya Makassar. Ia tertawa terbahak-bahak. Ia bilang telah menghabiskan uang Rp 200 miliar untuk membangun Karebosi.
Uang yang ia dapat hanya Rp 30 miliar. Rugi besar. Ditambah kehilangan putra mahkota. Ide merenovasi Karebosi itu datang dari Pemkot Makassar. Agar bisa menjadi taman kebanggaan
Makassar. Diadakanlah sayembara desain "Karebosi Modern". Di tahun 2006. Pemenangnya PT Lintas Cipta Desain, Makassar.
Intinya: renovasi tidak bisa menggunakan anggaran Pemkot. Tidak ada anggaran untuk itu. Harus mengundang investor. Kompensasinya: investor boleh membangun mal di bawah lapangan itu.
Berdasar desain itulah diadakan tender. Yang mendaftar hanya satu perusahaan: PT Tosan Permai Lestari. Milik Hasan. Dengan Nurdin sebagai direktur utamanya.
Maka diadakanlah tender ulang. Beberapa pengusaha besar dilobi untuk ikut tender. Tidak ada yang mau.
Termasuk Akhsa Mahmud –ipar Jusuf Kalla yang pengusaha besar itu.
Akhirnya hanya Hasan yang ikut tender. Maka Hasan-lah yang ditunjuk membangun. Dengan hak pengelolaan 30 tahun. Heboh. Luar biasa. Nurdin terus menghadapi kehebohan itu.
Termasuk harus mengusir begitu banyak waria yang mangkal di situ. Kalau malam. Juga harus mengusir preman yang "bermarkas" di salah satu pojok lapangan 11 hektare itu.
Tapi yang paling berat adalah masalah sosial dan politik. Nurdin sebenarnya sudah dipersiapkan sejak kecil. Di sekolahkan ke Singapura. Sejak SD.
Sampai universitas. Terus S-2 di London. Hasan awalnya jengkel ke Nurdin-muda. Boros. Uangnya habis dipinjam teman-temannya –dan tak pernah kembali.
Tapi Hasan akhirnya terharu: begitu pulang ke Makassar Nurdin bekerja sangat tekun dan keras. Hasan akhirnya begitu bangga pada Nurdin. Melebihi ke lima anaknya yang lain –yang juga disekolahkan semua di Singapura.
Maka ketika Nurdin meninggal, Hasan sangat terpukul. Sampai sakit. Hasan sampai membuat patung Nurdin. Tiga buah. Actual size. Itulah patung perunggu buatan pematung Yogyakarta.
Salah satu patung Nurdin ia dirikan di pojok lapangan Karebosi. Satunya lagi ia tempatkan di dalam mal. Dan yang ke-3, ia tempatkan di kamar tidurnya sendiri.
Penempatan patung Nurdin di Karebosi itu ditentang banyak pihak. Tapi Hasan tidak peduli. "Ia pahlawan Karebosi," ujar Hasan.
Dari 11 hektare lapangan itu, hanya 4 hektare yang boleh dibangun lantai bawah tanah –dua hektare untuk parkir bawah tanah, dua hektare lagi untuk mal.
Saya pun minta diantar ke mal itu. Tapi turun dulu ke lantai di bawah roof top tadi. Ke lantai 18. Lantai bawahnya ini ternyata juga tidak berdinding. Ada kolam renang istimewa di situ: kolam renang kaca.
Semua yang berenang bisa terlihat dari samping. Ternyata ada alasan mengapa Hasan ikut tender renovasi Karebosi. Ia punya Makassar Trade Center di sebelah Karebosi. Dari Trade Center ini bisa langsung terhubung dengan lantai bawah tanah Karebosi.
Ternyata ini bukan mal. Ini shopping center. Tidak cukup plaza dan lantai publik di bawah tanah ini. Mungkin mengejar hitungan bisnis.
Tapi lantai parkir bawah tanahnya luas sekali. Lapang sekali. Saya membayangkan alangkah bagusnya kalau di bawah Monas Jakarta juga dibuat lapangan parkir raksasa.
Dua tahun terakhir mal Karebosi ini senasib dengan mall di mana pun: sepi. Akibat pandemi. Tapi yang milik Hasan ini lebih berat: izin hak penggunaan lahannya (HPL) belum keluar.
Sudah 10 tahun menunggu. Nasib pengusaha ternyata tidak selalu untung. Pak Hasan ini lahir di Seram Timur. Ia ikut ayah pindah ke Makassar. Lalu disekolahkan ke Jakarta.
Di Jakarta itu ia mulai bisnis: jualan celana dalam dan BH. Bikinannya sendiri. Zaman itu, cerita Hasan, lapisan di dalam BH terbuat dari karton, yang kalau dicuci penyok-penyok.
Hasan akhirnya jadi pengusaha besar. Di Makassar ia sejajar dengan Wilianto Tanta, pemilik Claro Hotel yang sangat besar –yang hampir pasti terpilih sebagai Ketua Umum PSMTI yang baru di Munas hari ini.
Nama dua orang ini masuk dalam buku 100 orang penting Makassar. Karebosi sekarang memang jadi taman dengan pepohonan yang hijau.
"Saya dapat 1.000 pohon trembesi dari Pak Jenderal Donny Monardo," kata Hasan.
Ada lapangan voli, tenis, softball, skating, dan 4 lapangan sepak bola di lantai atas Karebosi.
Lalu ada kerugian lebih Rp 100 miliar di bawahnya. (Dahlan Iskan)