Ketua KBC Fransiscus Go Minta Alumni Atma Jaya Berkolaborasi Ciptakan Peluang Usaha Baru

Minggu 12-10-2025,09:00 WIB
Reporter : Tri Broto
Editor : Tri Broto

Indonesia tidak boleh sekadar “menyalahkan dunia”, tetapi harus menata diri dengan meningkatkan kapabilitas domestik.

Fenomena “Trading Down”

Dalam sesi utama, Yongky Surya Susilo, Consumer & Retail Strategist sekaligus Board Expert HIPPINDO menyoroti tanda-tanda melemahnya konsumsi rumah tangga, mesin utama ekonomi Indonesia.

Data Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) kuartal II menunjukkan pertumbuhan nilai hanya 1 persen, sementara volume penjualan turun 3 persen. 

“Fenomena ‘trading down‘ makin nyata. Konsumen beralih ke merek lebih murah, kemasan lebih kecil, dan frekuensi belanja menurun,” ujarnya.

Fenomena ini juga tampak dalam perilaku belanja masyarakat di pusat perbelanjaan. “Mal tetap ramai, tapi daya beli tidak sekuat dulu. Banyak pengunjung hanya melihat-lihat toko tanpa belanja, lalu mengalihkan pengeluaran ke restoran. Ini sinyal jelas bahwa struktur konsumsi bergeser dari kebutuhan barang ke pengalaman,” jelasnya.

Kelas menengah, lanjut Yongky, menyusut sekitar 4% dibanding pra-pandemi, dengan meningkatnya pekerja rentan dan menurunnya saldo tabungan rata-rata untuk rekening di bawah Rp100 juta.

“Banyak rumah tangga kelas menengah tidak menerima THR sehingga penjualan musiman melemah,” katanya.

Ia juga menyoroti dampak sosial-ekonomi dari pinjaman online dan judi online yang membuat kemampuan menabung dan konsumsi sehat menurun.

Membangun Nilai dan Optimisme

Yongky menawarkan lima langkah pembenahan ekonomi: menciptakan nilai baru tanpa perang harga, memahami segmen konsumen pasca-krisis, memperkuat merek dan kemasan, mempercepat siklus inovasi, serta meningkatkan standar kualitas.

“Bangun brand, packaging, story, dan diferensiasi menjadi mesin margin,” ujarnya.

Ia menambahkan, kebangkitan ekonomi hanya mungkin jika sektor swasta turut bergerak aktif.

“Kebijakan makro penting, tapi perubahan juga harus datang dari para pelaku usaha. Komunitas seperti KBC bisa jadi motor kolaborasi untuk mendorong pertumbuhan sektor riil,” tegasnya.

Menutup presentasinya, Yongky menyampaikan optimisme yang realistis.

“Masih ada sunshine after the storm. Tapi, peluang itu bersyarat. Kita harus bergerak cepat, berani berinovasi, dan memperbaiki sistem daya beli,” ujarnya.

Dengan semangat Beyond Tomorrow, KBC menegaskan peran alumni Atma Jaya sebagai kekuatan ekonomi baru: berkolaborasi lintas sektor, memperkuat inovasi, dan menumbuhkan kelas menengah produktif.

Dalam menghadapi dekade kritis 2025–2035, kolaborasi dan keberanian berinovasi menjadi kunci agar Indonesia tak sekadar bertahan, tetapi benar-benar tumbuh menuju negara maju.

Kategori :