Lalu datanglah Patrick Kluivert, statistik menunjukkan sebuah penurunan yang drastis.
Pertahanan menjadi rapuh. Tim kehilangan identitas permainan dan kemenangan menjadi barang langka.
Angka-angka ini bukanlah sekadar data, tapi adalah bukti sahih bahwa pergantan pelatih ini adalah sebuah kemunduran.
Ini adalah bukti bahwa Patrick Kluivert dengan segala nama besarnya ternyata tidak lebih baik.
Bahkan jauh di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Shin Tae-yong.
Dan inilah inti dari segala kegagalan. Inilah borok yang paling dalam. Ternyata sebelum Timnas Indonesia dihancurkan oleh Irak di laga penentuan,
Shin Tae-yong sudah memberikan sebuah saran mahal. Sebuah masukkan krusial berdasarkan pengalamannya yang mendalam tentang karakter tim dan kekuatan lawan terutama tim dari Timur Tengah.
Melalui tangan kanan Shin Tae-yong, Jeje sudah bilang apa yang seharusnya dilakukan oleh Patrick Kluivert?
Ia sudah memberikan kunci untuk menghadapi Arab Saudi dan Irak. Tapi apa yang terjadi?
Saran itu diabaikan. Patrick Kluivert merasa lebih tahu. Ia menolak mendengarkan bisikan dari arsitek sebelumnya. orang yang paling memahami seluk-beluk tim ini.
Ini bukan lagi soal perbedaan filosofi, tapi ini adalah soal kesombongan. Sebuah arogansi yang berujung pada kehancuran mimpi satu bangsa.
Kegagalan melawan Irak bukanlah sebuah kejutan. Itu adalah konsekuensi logis dari sebuah keputusan bodoh untuk mengabaikan peta dari orang yang sudah pernah melewati jalan itu.
Saran mahal itu dibuang begitu saja. Dan harga yang harus kita bayar adalah tiket Piala Dunia. Staf kepelatihannya enggak ada yang datang ke sini. Maaf Jika semua bukti di atas belum cukup maka inilah puncak dari segalanya.