Ismail menjelaskan, disinformasi di media sosial sering menyebar dengan kecepatan luar biasa karena mekanisme algoritma platform yang mendorong konten viral.
Sementara itu, klarifikasi dan verifikasi, meski dilakukan, tidak mampu menyaingi laju penyebaran hoaks.
“Hoaks dan disinformasi menyebar seperti naik mobil Ferrari. Namun, klarifikasinya sering disampaikan dengan cara yang kering dan lambat,” ungkapnya
Pengamat Media Sosial ini menjelaskan fenomena context collapse atau keruntuhan konteks di media sosial, di mana potongan video kehilangan makna aslinya ketika disajikan dengan narasi berbeda.
BACA JUGA:Cek Jadwal Tayang Stranger Things Season 5 di Netflix, Jangan Lewatkan Petualangan Seru Eleven Cs
“Tadi video yang terakhir sebetulnya sudah agak benar cuma narasinya agak beda. Videonya lengkap, anggota dewan karena memang lagi ada musik, ikut menghargai, ikut dancing,” katanya.
“Ketika itu disajikan dengan konteks yang lain, dengan narasi yang lain, ‘Lihat, anggota dewan joget-joget karena gajinya naik.’ Nah, ini namanya ada dua konteks yang berbeda, satu gaji naik, satu lagi karena joget. Ketika disambungkan itu collapse, saling numpuk,” tutur dua.