Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan mencatat sekitar 28 juta penduduk Indonesia masih mengalami kesulitan akses air bersih hingga Maret 2025.
Sekretaris Kemenko Infrastruktur, Ayodhia Kalake, mengutip data PBB yang menyebut 2,2 miliar orang di seluruh dunia belum memiliki akses air minum layak pada 2024, sementara 3,5 miliar orang belum mendapatkan sanitasi layak.
"Sekitar 28 juta warga Indonesia masih membutuhkan perhatian khusus setiap hari terkait akses air bersih,” ujar Ayodhia dalam webinar Air untuk Negeri.
Ayodhia juga mencatat bahwa 80 persen pasokan air nasional digunakan untuk sektor pertanian, sementara lebih dari separuh sumber air diperkirakan berpotensi tercemar.
Situasi tersebut menjadi tantangan besar dalam upaya pemerintah memperkuat ketahanan pangan dan mewujudkan visi kemandirian pangan nasional.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa kualitas air nasional masih berada pada level 51,78 pada 2024, di bawah target pemerintah.
Ia menyoroti enam dari sepuluh provinsi dengan kualitas air terendah berada di Pulau Jawa — wilayah dengan tingkat aktivitas ekonomi dan populasi paling tinggi.
Beberapa sungai strategis, seperti Citarum, Brantas, Musi, serta Batanghari, bahkan menunjukkan tren penurunan kualitas dalam tiga tahun terakhir.
Hanif juga memaparkan adanya ketimpangan pasokan air antarwilayah. Pulau Jawa memiliki indeks pemanfaatan air hanya 0,27 meskipun kebutuhan air untuk pangan mencapai lebih dari 30 ribu juta meter kubik per tahun.
"Sementara Papua memiliki indeks 1,89, artinya ketersediaan air di sana sangat besar namun belum termanfaatkan optimal,” jelasnya.