“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan cara jamak. Shalat Maghrib dan Isya dengan cara jamak tanpa adanya rasa takut dan tidak dalam keadaan perjalanan.” Imam Malik berkata, “Saya berpandangan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tersebut dalam keadaan hujan.” (HR. Muslim, no. 705 dan Abu Daud, no. 1210. Lafazhnya dari Abu Daud).
BACA JUGA:Masya Allah, Doa Setelah Salat Dhuha Itu Luar Biasa, Bisa Mendatangkan Rezeki Tak Disangka-sangka
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah menjamak shalat Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena keadaan takut dan bukan pula karena hujan.”
Dalam riwayat Waki’, ia berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu ’Abbas mengapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan seperti itu (menjamak shalat)?” Ibnu ’Abbas menjawab, “Beliau melakukan seperti itu agar tidak memberatkan umatnya.” Dalam riwayat Mu’awiyah, ada yang berkata pada Ibnu ’Abbas, “Apa yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam inginkan dengan melakukan seperti itu (menjamak shalat)?” Ibnu ’Abbas menjawab, “Beliau ingin tidak memberatkan umatnya.” (HR. Muslim, no. 705)
Hisam bin Urwah mengatakan,
أَنَّ أَبَاهُ عُرْوَةَ وَسَعِيْدَ بْنَ المُسَيَّبَ وَأَبَا بَكْرٍ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ الحَارِثِ بْنَ هِشَام بْنَ المُغِيْرَةَ المَخْزُوْمِي كَانُوْا يَجْمَعُوْنَ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ فِي اللَّيْلَةِ المَطِيْرَةِ إِذَا جَمَعُوْا بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ وَلاَ يُنْكِرُوْنَ ذَلِكَ
“Sesungguhnya ayahnya (Urwah), Sa’id bin Al-Musayyib, dan Abu Bakar bin Abdur Rahman bin Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah Al-Makhzumi biasa menjamak shalat Maghrib dan Isya pada malam yang hujan apabila imam menjamaknya. Mereka tidak mengingkari hal tersebut.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 3:169. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, no. 583)
Syarat Jamak Shalat Ketika Hujan
- Niat jamak takdim di shalat yang pertama.
- Berurutan (at-tartib) dalam mengerjakan shalat.
- Muwalah (tidak ada jeda) di antara kedua shalat.
- Hujan itu masih ada dalam empat keadaan: (a) saat takbiratul ihram shalat yang pertama, (b) saat salam shalat yang pertama, (c) saat takbiratul ihram shalat yang kedua, (d) antara salam pertama dari shalat pertama dan takbiratul ihram dari shalat yang kedua.
- Shalat kedua dilakukan secara berjamaah, yaitu ketika takbiratul ihram shalat kedua, walau berniat munfarid pada sisa shalatnya.
- Tempat yang digunakan untuk shalat berjamaah jauh dari rumah orang yang ingin berjamaah. Shalat jamak ini tidak boleh dilakukan di rumah atau tempat yang dekat dari rumah.
- Hujannya membuat sulit ketika ingin berangkat shalat berjamaah. Kalau tidak ada kesulitan, maka tidak boleh ada jamak shalat.
- Hujannya tidak disyaratkan harus deras, yang penting membasahi pakaian atas dan sandal di bawahnya.
Demikian nukilan dari Mu’nis Al-Jaliis, 1:331-332.
Dalam madzhab Syafii, jika shalat Zhuhur dan Ashar boleh dijamak, demikian pula untuk shalat Jumat dan shalat Ashar boleh dijamak. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 189.
Dalam Kifayah Al-Akhyar disebutkan bahwa orang yang mukim dibolehkan untuk menjamak shalat pada waktu pertama dari shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya dikarenakan hujan, menurut pendapat yang terkuat. Meski ada juga yang berpendapat bahwa menjamak karena hujan hanya berlaku untuk shalat Maghrib dan Isya saja karena kondisi ketika malam itu memang lebih merepotkan. Hukum jamak shalat saat hujan disyaratkan jika shalat dikerjakan di suatu tempat yang seandainya orang itu berangkat ke sana akan kehujanan lalu pakaiannya menjadi basah kuyup. Demikian persyaratan menurut Imam Ar-Rafi’i dan Imam Nawawi.
BACA JUGA:Berlindung dari Penyakit Hepatitis Akut, Ini 20 Doa yang dapat Diamalkan Setiap saat
Sedangkan Al-Qadhi Husain memberi syarat tambahan yaitu alas kaki juga menjadi basah sebagaimana pakaian. Al-Mutawalli juga menyebutkan hal yang serupa dalam kitab At-Tatimmah. Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 189.