JAKARTA, DISWAY.ID-Bahasa Daerah dan Dewan Pendidikan hilang dari RUU Sisdiknas baru. RUU Sisdiknas yang dinisiasi Kemendikbudristek Nadiem Makarim ini diketahui sedang dalam tahap perencanaan.
Seperti diketahui, dari 5 tahap pembentukan Peraturan Undang-undang, Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) saat ini masih dalam tahap awal yakni perencanaan.
" Pembentukan rancangan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) saat ini baru pada tahap pertama, yaitu perencanaan. Sehingga masih sangat dini dalam proses penyusunan. Sebagai bagian dari tahap ini, Kemendikbudristek telah melakukan serangkaian diskusi terpumpun dengan berbagai pemangku kepentingan," demikian jelas Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, dikutip 24 Februari 2022.
RUU Sisdiknas menuai pro dan kontra karena diketahui mengubah bahkan menghilangkan sejumlah pasal dalam UU Sisdiknas 2003.
BACA JUGA:Anggaran Pendidikan Naik Jadi Rp621,3 Triliun di APBN 2022, Buat Apa Saja?
Mengutip dokumen komparasi RUU Sisdiknas Vs UU 2003 yang diterbitkan 23 Maret 2022, selain menghilangkan dan ubah, beberapa pasal dalam RUU Sisdiknas bahkan tidak dijelaskan lebih rinci.
Beberapa diantaranya, kurikulum yang berubah, lalu kata 'Peserta didik' yang diganti dengan kata 'Pelajar'.
Kemudian, Dewan Pendidikan dihilangkan atau dihapus dalam RUU Sisdiknas.
Selain itu, Bahasa Daerah pun tidak disinggung atau disebut dalam RUU Sisdiknas dan bahasa asing menjadi muatan wajib dalam kurikulum.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof. Unifah Rosyidi menyinggung Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Sabtu 21 Mei 2022.
Unifah menyinggung RUU Sisdiknas yang tidak menjelaskan jalur lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
BACA JUGA:Yasonna: Kuliah Bukan Hanya Mencari Nilai Akademik Tapi Nilai Pengabdian
"RUU Sisdiknas yang dibuat tergesa-gesa juga menjadi perhatian PGRI agar persoalan-persoalan penting menyangkut masa depan bangsa itu sebaiknya didiskusikan secara terbuka melibatkan para ahli dan masyarakat agar menjadi pedoman dan arah bagi kelangsungan pendidikan yang bermutu,” kata Unifah.
Unifah mengaku terus membangun silaturahmi dengan berbagai pihak dengan pemerintah, pemda agar tercapainya kejelasan, khususnya tentang status guru, guru honorer yang saat ini masih belum jelas.
“Semoga dengan acara ini, kita makin membuka ruang bersama bagi kepentingan masa depan bangsa dan PGRI akan selalu berusaha menjadi rumah besar yang nyaman bagi guru, dosen, pendidik, dan tenaga kependidikan di Indonesia,” ucap Unifah Rosyidi.