JAKARTA, DISWAY.ID – Dari sisi fiskal, APBN akan melakukan reformasi di bidang pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan yang lebih inovatif.
”Oleh karena itu untuk APBN tahun 2023, kita masih akan terus mengkalibrasikan dan mempertajam pada perhitungan untuk belanja, baik pusat maupun ke transfer ke daerah, dan juga estimasi penerimaan negara,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis 14 April 2022.
Langkah ini tidak terlepas dari munculnya defisit APBN tahun 2023 pada kisaran Rp 562,6 triliun hingga Rp 596,7 triliun atau 2,81 - 2,95 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
BACA JUGA:Rp 27 Triliun Uang APBN 2030 Tersedot untuk IKN Baru, Sri Mulyani: Ini untuk Infrastruktur Dasar
”Ini artinya melaksanakan Undang-Undang 2 Tahun 2020 dimana defisit APBN tahun 2023 akan kembali dibawah 3 persen,” terang Sri Mulyani usai rapat kabinet di Istana Negara.
Namun pada saat yang sama, APBN akan tetap mendukung pemulihan ekonomi dan juga terus mendukung program-program pembangunan nasional,” ujar jelas wanita kelahiran Kota Bandar Lampung 26 Agustus 1962 itu.
Lebih rinci, Menkeu memaparkan pendapatan negara diperkirakan mencapai 11,28 persen hingga 11,76 persen dari PDB atau kisaran Rp2.255,5 triliun hingga Rp2.382,6 triliun.
BACA JUGA:Penanganan Covid-19 Tahun 2023 Bukan Prioritas, Pemerintah Fokus pada Sektor Ini
Sementara, belanja negara tahun depan didesain pada kisaran 14,09 persen hingga 14,71 persen dari PDB atau antara Rp2.818,1 triliun hingga Rp2.979,3 triliun.
”Belanja negara tersebut terdiri dari belanja pusat yaitu antara Rp2.017 triliun hingga Rp2.152 triliun, dan transfer ke daerah yang akan berkisar antara Rp800 triliun hingga Rp826 triliun,” jelas Sri Mulyani.
Di dalam mendesain APBN, Menkeu menjelaskan terdapat beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan, seperti kenaikan inflasi dan pengetatan moneter.
BACA JUGA:Xi Jinping Dituding Mainkan Diplomasi Utang ke Negara Miskin
Hal ini berdampak pada sisi utang yang akan dikelola, baik tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar.
Kondisi ini menjadi pertimbangan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3 persen yaitu agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan secara bertahap.
”Namun tetap berhati-hati,” kata Menkeu.