JAKARTA, DISWAY.ID, Praktisi juga pakar branding Subiakto Priosoedarsono bicara soal Logo Halal keluaran Kementrian Agama dan Logo Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang baru-baru ini ramai diperbincangkan.
Pada postingan akun instagramnya Subiakto mengungkapkan, logo merupakan identitas alias penanda produk. Subiakto juga mengunggah contoh logo atau penanda produk yang sesuai dengan jamannya.
Subikto menuliskan, logo Halal kemenag itu jenis Marketing 1.0. Jenis ini menurut dia, ada di era 1960-1990. "Diera ini Logo merupakan identitas alias penanda produk.
Gak masalah logonya Bebek sebagai penanda produk ayam goreng atau gambar wayang sebagai penanda halal. (Jangan emosi dulu. Baca sampai habis)," tulisnya.
Berikut unggahan pembahasan Subiakto;
Ter lepas dari pro kontra ttg pak Menteri atau siapa yg lebih berhak mengelola sertifikat, apakah kemendag atau MUI berikut pembahasan saya :
1. MARKETING 1.0 - 1960 sd 1990
Diera ini Logo merupakan identitas alias penanda produk.
Gak masalah logonya Bebek sebagai penanda produk ayam goreng atau gambar wayang sebagai penanda halal. (Jangan emosi dulu. Baca sampai habis)
2. MARKETING 2.0 - 1990 sd 2005.
Disini Logo menggambarkan perilaku - kebiasaan - habit - ritual pelanggan.
Contoh Kopiko yang merek maupun logonya dipersepsi sbg kopi meskipun produknya permen.
Atau Indomie yang yang produknya Mie tapi dipersepsi sebagai Selera Indonesia.
3. MARKETING 3.0 - 2000 sd 2015
Di era ini Logo menjadi identitas konsumennya. Kalau pakai logonya akan dipersepsi sbg siapa
4. MARKETING 4.0 - 2005 sd NOW
Di era ini konsumen menuntut Logo harus kenal mereka. Harus ada interest yang sama sehingga terbangun engagement.
Nah konflik logo Halal baru dan yang lama karena perbedaan era saja.
Logo halal yg baru masih menjadi penanda bahwa produk yg ada logo Halal adalah produk halal.
Sementara logo Halal yg lama sudah menjadi identitas Konsumen bahwa Mereka seorang muslim karena hanya membeli produk yang berlabel halal.
Hal ini terjadi karena Loho Halal yang lama sudah membangun fanatic value dan mutual interest karena waktu yg cukup lama.
Perubahan memang selalu membawa dampak potensi konflik. Para pemimpin harus bijaksana akan hal ini.
Nah biarkan waktu yang bicara