JAKARTA, DISWAY.ID - Kini, wajah pelaku bisnis bisa jadi tengah semringah. Pasalnya, laporan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memberikan jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, selama kuartal pertama tahun 2022.
Wajar saja muncul kekhawatiran dari pelaku bisnis terhadap kondisi perekonomian global yang suram, menyusul pecah perang di dataran Eropa antara Rusia dan Ukraina, termasuk dampak dari wabah Covid-19.
Dampak dari perang Rusia dan Ukraina, mulai terlihat dengan kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang melakukan aksi berupa menaikkan suku bunga. Sejumlah tekanan eksternal itu tak meluruhkan Bank Indonesia (BI).
BACA JUGA:Ekonomi Membaik, BI Tambah Uang Tunai Jadi Rp 202,7 Triliun untuk Lebaran
Seperti disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo, pihaknya dalam merespons dinamika global, termasuk penaikan suku bunga The Fed, Bank Indonesia.
Terlebih dalu akan melakukan langkah-langkah awal seperti pengurangan likuiditas atau yang sering disebut dengan tapering off, sebelum mengerek suku bunga.
Untuk pengurangan likuiditas ini, BI sudah melakukannya sejak 1 Maret dengan menaikkan kewajiban setoran giro wajib minimum (GWM) oleh perbankan.
BACA JUGA:Cair Mulai Senin 18 April, THR ASN-TNI-Polri Hingga Pensiunan Bisa Percepat Pemulihan Ekonomi
Jadi, kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam mengatasi kondisi eksternal pertama stabilisasi nilai tukar.
"Termasuk normalisasi likuiditas, dan kemudian sesuai perkiraan inflasi adalah bagaimana menakar suku bunga,” ujar Perry Warjiyo, Selasa 19 April 2022.
Sejauh ini, sambung dia, BI akan mempertahankan di level 3,5 persen hingga ada tanda-tanda kenaikan inflasi ke depan. Sebagai informasi, level suku bunga acuan 3,5 persen sudah berlangsung sejak Februari 2021.
Kisaran 2 -4 Persen
Berkaitan dengan inflasi, Perry Warjiyo masih optimistis, inflasi hingga akhir tahun akan tetap berada di kisaran 2-4 persen.
Jadi, terkait tekanan harga pangan ataupun energi, BI tidak akan merespons dampak pertamanya.
"Yang kami respons adalah dampak rambatannya bila inflasi berdampak secara fundamental, yang indikatornya inflasi inti," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.