BADUNG, DISWAY.ID - Dengan alasan kebutuhan medis, beberapa negara mulai melegalkan tanaman ganja. Terakhir Thailand yang memperbolehkan masyarakatnya mengonsumsi tanaman candu itu.
Kepala BNNP Jawa Timur, Brigjen Pol M Aris Purnomo memusnahkan barang bukti Narkoba jenis sabu dan ganja ketika digelar ungkap kasus di kantor BNNP Jatim, Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 17 Juni 2022. -Julian Romadhon-
Amerika Serikat, lebih dulu melegalkan ganja. Meski hanya di negara-negara bagian tertentu, bukan secara terpusat atau di tingkat federal.
Pemerintah Thailand beralasan melegalkan budidaya dan penggunaan ganja untuk kepentingan medis atau pengobatan, bukan untuk hal-hal yang menimbulkan dampak negatif.
BACA JUGA:4 Siswa 'Kelenger' Mabuk Ganja, Menkes Thailand Pusing Besok Ubah Aturan Baru
Terbaru Pemerintah Thailand pun berencana merevisinya, lantaran ganja dikonsumsi secara bebas hingga menimbulkan overdosis beberapa siswa.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose menegaskan tidak ada pembahasan apalagi wacana melegalkan ganja untuk dikonsumsi.
“Tidak ada pembahasan untuk legalisasi ganja. Di tempat lain ada, tetapi di Indonesia tidak ada,” kata Petrus Golose pada sela-sela acara peringatan Hari Antinarkotika Internasional (HANI) 2022 di Badung, Bali, Minggu, 19 Juli 2022.
BACA JUGA:752 Kilogram Ganja Kering Diamankan, Kurir Terima Rp 15 Juta Sekali Jalan
“Ya biarkan saja negara lain. Kita konsisten untuk tidak (membahas wacana) melegalisasi ganja,” kata Petrus Golose di sela turnamen tenis meja internasional yang merupakan rangkaian HANI 2022 di Bali.
Bagaimana dengan tanaman kratom yang sempat menarik perhatian publik karena dianggap punya efek candu, Golose menyampaikan pihaknya masih mendalami itu.
“Kratom masih dalam proses. Kami dari BNN mengusulkan itu jadi salah satu bahan dalam perubahan Undang-Undang (Narkotika, red),” jelasnya.
BACA JUGA:Ganja Dilegalkan, Pemerintah dan Petani Thailand Untung Besar
BNN tahun lalu mengusulkan agar kratom (Mitragyna speciosa) masuk dalam narkotika golongan I sehingga tanaman itu tidak dapat digunakan untuk pengobatan.
Rencana itu kemudian menuai polemik karena beberapa kelompok masyarakat menggunakan kratom sebagai bahan obat-obatan tradisional/herbal.