JAKARTA, DISWAY.ID - Pemerintah resmi melakukan pembatasan pengguna Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite untuk beberapa kategori.
Berdasarkan keputusan, mobil dengan spesifikasi 1.500 cc dan motor 250 cc ke atas dilarang menggunakan BBM subsidi jenis Pertalite mulai bulan depan.
"Kategori itu di antaranya untuk roda empat pelat hitam dengan spesifikasi mesin 1.500 cc dan roda dua 250 cc ke bawah" kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Sabtu 13 Agustus 2022.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menambahkan, jika pembelian BBM tak dibatasi, maka kuota subsidi yang sudah ditetapkan bakal habis sebelum akhir 2022.
BACA JUGA:Polisi yang Terseret Kasus Brigadir J Bertambah 4 Orang, Satuan Mana Saja?
Terlebih, sejak harga Pertamax melesat, tren penggunaan BBM subsidi melonjak karena banyak masyarakat yang beralih ke Pertalite.
"Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi solar habis di Oktober atau November, (Pertalite) juga," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan soal kemungkinan harga BBM subsidi naik menyusul harga minyak dunia yang melejit.
Per Jumat, harga minyak mentah jenis Brent naik 2,3 persen. Dari US$2,20 menjadi US$99,60 per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat naik 2,6 persen. Dari US$2,41 menjadi US$94,34 per barel.
BACA JUGA:3 Hotel dirazia, Puluhan Orang Terjaring Satpol PP Tangsel
Bahlil menyebut harga itu jauh dari perkiraan APBN yang hanya US$63 hingga US$70 per barel.
"Hari ini kalau US$100 per barel subsidi kita itu bisa mencapai Rp500 triliun. Tetapi kalau harga minyak per barel di US$105 kemudian dengan asumsi kurs dollar APBN rata-rata Rp14.750 dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta maka terjadi penambahan subsidi," kata Bahlil dalam konferensi pers Jumat 12 Agustus 2022.
Berdasarkan hasil perhitungan sementara menunjukkan, anggaran untuk subsidi BBM tercatat Rp500 triliun-Rp600 triliun.
"Jika kondisi tersebut betul terjadi, APBN lama-lama akan bermasalah. Sebab, anggaran Rp500 triliun-Rp600 triliun mencapai 25 persen dari total APBN," pungkasnya.