Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memilih mengoptimalkan peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD), asisten dan tenaga ahli untuk membantu kinerjanya daripada menggunakan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Kondisi ini berbeda dengan gaya Anies Baswedan yang mengangkat puluhan TGUPP yang menyerap anggaran puluhan bahkan ratusan miliar untuk gaji dan tunjangan."Saya ingin memaksimalkan dinas-dinas yang ada, mungkin diperkuat asisten, ada tenaga ahli, asisten ahli," kata Heru di Balai Kota Jakarta.
Dengan demikian, ia berencana tidak menggunakan TGUPP untuk mendampingi tugasnya selama menjadi Penjabat Gubernur DKI.DPRD DKI tidak mengalokasikan anggaran untuk TGUPP setelah Gubernur DKI Anies Baswedan pensiun pada 16 Oktober 2022.
Sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono mengatakan, eksistensi TGUPP atau nama lain dari tim sejenis, merupakan kewenangan Penjabat Gubernur DKI.Meski begitu, dia meminta agar penjabat gubernur DKI menggunakan alokasi anggaran untuk tim gubernur tersebut tidak lagi berasal dari APBD melainkan dari biaya penunjang operasional gubernur, apabila ingin membentuk tim yang membantu tugas gubernur.
"Jika penjabat gubernur merasa membutuhkan silakan menggunakan TGUPP atau apa istilahnya.Tapi alokasi anggaran tidak melekat di APBD, silakan anggaran yang digunakan melalui dana operasionalnya gubernur," katanya.
Gembong menambahkan, besaran anggaran TGUPP pada masa mantan Gubernur Anies Baswedan pada 2018 mencapai Rp 29 miliar. Kemudian pada 2019-2021 mencapai masing-masing sekitar Rp 18,9 miliar.Sedangkan pada 2022 mengingat masa jabatan Gubernur Anies hanya 10 bulan, yakni pada Oktober 2022, besaran alokasi untuk TGUPP mencapai Rp 12,5 miliar.
Sementara itu, biaya penunjang operasional penjabat gubernur, lanjut dia, sama dengan dana penunjang operasional gubernur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2000, biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di atas Rp 500 miliar, yakni paling rendah Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen dari PAD.
Sebagai gambaran, PAD DKI Jakarta pada 2020 mencapai Rp 57,5 triliun. Jika asumsi biaya penunjang operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah yang digunakan adalah maksimal 0,15 persen, maka dalam satu tahun mencapai Rp 86,2 miliar atau per bulan mencapai Rp7,18 miliar.
BACA JUGA:Alexander Marwata: Kenapa Harus Takut KPK Jalan Terus
Gembong menambahkan, komposisi besaran biaya penunjang operasional adalah 60 persen untuk gubernur dan 40 persen untuk wakil gubernur. Dengan begitu, diperkirakan untuk gubernur biaya penunjang operasional sekitar Rp4,31 miliar per bulan dan wakil gubernur sekitar Rp2,87 miliar.