Patung GWK diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 22 September 2018 itu memiliki ketinggian
121 meter dan lebar 64 meter. Pemahatannya dikerjakan oleh Alam Sutera bersama pematung I Nyoman Nuarta.
Ketinggian dari atas patung GWK itulah yang dinikmati wisatawan nusantara dan mancanegara untuk melihat keindahan panorama Pulau Bali dari lantai 23.
Bahan baku atau material pembangunan permukaan patung GWK menggunakan logam tembaga. Total keseluruhan tembaga yang digunakan seluas 25.000 meter persegi.
BACA JUGA:Gandeng Tim Ahli, Olah TKP 1 Keluarga Tewas Mengering di Kalideres Kembali Dilakukan
Selain tembaga, permukaan patung juga dilapisi dengan kuningan. Pemilihan kuningan didasari karena bahan ini tidak menghantarkan panas, sekaligus memperkuat bahan.
Pembuatan patung ini menggunakan teknik pembesaran skala dan pola segmentasi. Teknik telah mendapatkan paten pada tahun 1993 dan diterapkan dalam pembangunan patung.
Teknik ini lebih menguntungkan, karena dapat memperhitungkan efisiensi bahan dan biaya. Nuarta juga membuat modul secara melintang dan dipasang layaknya puzzle.
Patung GWK terdiri dari 23 yang ditumpuk. Setiap segmen melingkar memiliki ketinggian 3 meter. Dalam satu segmen terdiri dari 754 modul berukuran 3 x 4 meter.
Patung ini diproyeksikan untuk mengikat tata ruang dengan jarak pandang sampai dengan 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah Lot.
Patung ini diebut sebagai patung tertingi ketiga di dunia. Hanya ada dua patung yang lebih tinggi dari patung GWK, yaitu The Spring Temple Buddha di China dan The Laykyun Sekkya Buddha di Myanmar.
Diketahui, biaya pembuatan patung GWK adalah sekitar 100 juta dollar AS atau setara Rp1,5 triliun.
Biaya pembuatannya jauh lebih mahal dibandingkan Patung Liberty di New York dan juga Menara Eiffel di Paris, Prancis.
Menurut Nyoman, fungsi pembuatan patung GWK diharapkan menjadi bukti Bali dan Indonesia berkedaulatan di bidang kebudayaan, dan GWK Cultural Park akan menjadi kiblat kebudayaan dunia karena di sana tidak hanya ada patung, tetapi juga forum-forum kebudayaan dunia.
Dengan kata lain, monumen ini dikembangkan sebagai taman budaya dan menjadi ikon bagi pariwisata Bali dan Indonesia.