4. Pemahaman Agama yang Bias
Banyak yang berpikir bahwa pernikahan anak dapat menghindari zina. Ada banyak sekali cara untuk menghindari zina selain pernikahan. Padahal, hidup tidak hanya tentang itu saja.
5. Pergaulan Bebas
Alasan satu ini merupakan penyebab terburuk. Banyak yang menikahkan anaknya demi menjaga kehormatan keluarga.
Dampak dari perkawinan anak merupakan hal yang cukup serius bagi negara.
Menurut data Bappenas (2021), perkawinan anak dapat menimbulkan dampak ekonomi yang menyebabkan negara kehilangan kurang lebih 1,7 persen pendapatan negara bruto (PDB) secara finansial.
Di luar dampak ekonomi, para pengamat mencatat bahwa perkawinan anak sebenarnya memiliki dampak multidimensi karena dapat memiliki implikasi pembangunan yang signifikan, terutama dalam hal kualitas dan daya saing sumber daya manusia muda di masa depan.
Perkawinan anak bisa kita cegahde eningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya perkawinan anak dan memperkuat kapasitas anak untuk menentang keras perkawinan.
Kita juga harus menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan penegakan hukum masyarakat, terutama terhadap mereka yang memaksakan perkawinan anak.
Namun, banyak sekali tantangan tantangan dari pencegahan perkawinan anak.
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menjelaskan ada lima tantangan untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia, termasuk meningkatkan tunjangan perkawinan anak di bawah umur 19.
Berdasarkan data MA tahun 2021, jumlah pengecualian perkawinan anak pada tahun 2020 sebanyak 65.301, jauh lebih banyak dari tahun 2019 yang hanya 25.281.
Pada tahun 2021, jumlah pengecualian perkawinan anak turun menjadi 54.894, namun secara absolut jumlahnya masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019.
UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Perkawinan No 1 Tahun 2019 menetapkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.
Perkawinan anak (siri) masih banyak terjadi di Indonesia. Waro memperkirakan lebih dari 330.000 pernikahan anak-anak tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor catatan sipil setiap tahun karena tidak lolos pengadilan.
“Ini masih menjadi tantangan kita. Bagaimana menemukan mereka yang mengalami perkawinan anak yang tidak tercatat karena kurangnya data,” ujar Wolo Srihastuti.