JAKARTA, DISWAY.ID -- Direktur Tindak Pidana Siber (Dirsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid mengungkap alasan peneliti BRIN, Andi Pangerang (AP) Hasanuddin memberikan komentar ancaman 'halalkan darah Muhammadiyah'.
"Nah kemudian motivasinya, tadi sempat kami tanyakan kepada yang bersangkutan bahwa selama ini Pak Thomas sering berdiskusi tentang bagaimana yang fokus dari pernyataan ini adalah pada saat penetapan Lebaran," ujar Vivid saat konferensi pers, Senin, 1 Mei 2023.
Berdasarkan pengakuannya, kata Adi Vivid, kebencian itu dilontarkan karena merasa lelah melihat orang-orang yang mendiskusikan perihal perbedaan penetapan Lebaran.
BACA JUGA:Krimea Memanas! Serangan Balik Ukraina Hanguskan Gudang Bahan Bakar Milik Rusia
BACA JUGA:Bikin Heboh Penggemar! Lisa BLACKPINK Tunjukkan Tato Baru di Lengan Kanan
"Rupanya percakapan ini sudah dilakukan berulang kali. Sudah dilakukan berulang kali, dari situ ada jawaban, ada tanya, ada jawab, ada pendapat. Nah yang bersangkutan menyatakan pada saat menyampaikan hal tersebut tercapailah titik lelahnya dia, kemudian dia emosi karena 'ini kok diskusinya nggak selesai-selesai.' Akhirnya emosi dan terucaplah kalimat kata-kata tersebut," lanjut Vivid.
Vivid pun memastikan ketika APH menuliskan komentar tersebut dalam keadaan sadar tanpa pengaruh zat-zat lain.
"Jadi tadi kita sudah sempat tanyakan ya, yang bersangkutan pertama saya tanya, 'pada saat Anda menyatakan kalimat tersebut dalam kondisi sehat?' Sehat. 'Apakah ada pengaruh alkohol narkoba dan sebagainya?' yang bersangkutan menyatakan tidak. Dalam keadaan normal dan setengah empat (sore, menjelang buka puasa)," jelas Vivid.
Adi Vivid mengatakan setelah ditetapkan tersangka, APH akan ditahan di Rutan Bareskrim sejak hari ini.
BACA JUGA:Andi Pangerang Ditangkap, Begini Respons BRIN
“Jadi terhdap perkara ini yang bersangkutan akan kita lakukan penahanan. Kemudian penahanan akan dilakukan di rutan Bareskrim. Terhitung hari ini,” kata Adi Vivid.
Penyidik menjerat APH dengan pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 ITE dengan ancama pidana penjara paling lama 6 tahun, dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dia juga dijerat Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 750 juta.