JAKARTA, DISWAY.ID-- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan penolakannya terhadap politik identitas pada Pemilu 2024.
Sebagaimana yang seharusnya, Haedar mengajak seluruh peserta Pemilu 2024 untuk mengedepankan politik yang objektif dan rasional.
"Mari kita berkontestasi mengedepankan politik yang objektif, rasional dan di dalam koridor demokrasi," ujar Haedar dalam konferensi pers usai bersilaturahmi dengan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU, Jl Kramat 164, Jakarta Pusat, Kamis 25 Mei 2023.
BACA JUGA:MK Kabulkan Gugatan Nurul Gufron, Masa Jabatan KPK Bertambah Jadi 5 Tahun
Dalam kesempatan itu, Haedar Nashir didampingi Sekretaris Umum Muhammadiyah Prof H Abdul Mu'ti, Bendahara Umum Hilman Latief, jajaran Ketua Prof Anwar Abbas, Saad Ibrahim, dan Agus Taufiqurrahman, serta jajaran Sekretaris Izzul Muslimin dan M Sayuti.
Sedangkan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf didampingi Wakil Ketua Umum H Amin Said Husni, Sekretaris Jenderal H Saifullah Yusuf, serta Wakil Sekretaris Jenderal Najib Azca, Suleman Tanjung, dan Imron Rosyadi Hamid.
Kembali dikatakan Haedar Nashir, politik identitas adalah politik yang melakukan politisasi sentimen-sentimen primordial demi memenangkan kontestasi demokrasi.
Politik identitas tersebut, kata Naedar, membuat pemilu tidak menjadi ajang adu gagasan, ide dan program untuk membangun Indonesia ke depannya.
Haedar juga mengamini pernyataan Yahya Cholil staquf yang menolak politik yang hanya mengandalkan primordialisme.
BACA JUGA:Skenario Penghapusan Honorer Dimulai, Menpan RB Jelaskan Ini
"Tadi disebut Gus Yahya primordial. Primordial itu agama, ras, suku, golongan yang sering kita sebut SARA. Karena menyandarkan, maka sering terjadi politisasi sentimen atas nama agama, ras, suku, golongan yang akhirnya membawa ke arah polarisasi," jelas Haedar.
Sementara Yahya Cholil Staquf mengatakan, bagi PBNU bahwa politik identitas adalah politik yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan berdasarkan identitas primordial saja.
Menurutnya, politik identitas membuat pasangan capres-cawapres hanya menggunakan identitas primordial untuk memenangi Kontestasi, tanpa menawarkan program-program rasional dan hal-hal lebih visioner.
"Kami memandang politik identitas ini berbahaya bagi masyarakat secara keseluruhan karena itu akan mendorong perpecahan di masyarakat," kata Yahya Cholil Staquf.
Oleh karenanya, ia juga mengingatkan kepada para bakal capres dan cawapres agar tidak menggunakan politik identitas di Pilpres 2024.