JAKARTA, DISWAY.ID -- Bakal Calon Presiden (Bacapres) Ganjar Pranowo, memuji Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, tidak ada pemimpin yang berani ambil Freeport kecuali Jokowi.
Capres usungan PDIP dan PPP itu mengatakan, Presiden Jokowi yang saat ini memimpin Indonesia adalah seorang pimpinan yang cukup berani membuat untuk kepentingan masyarakatnya.
Hal itu diungkapnya di hadapan awak media saat ditemui dalam acara Deklarasi Relawan Ganjar Punya Rakyat (Gapura) Nusantara di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu 10 Juni 2023.
BACA JUGA:Sambil Menangis Bacakan Pledoi, Natalia Rusli Juga Ungkap Dapat Intimidasi
Ganjar mengatakan tidak ada satu pun presiden indonesia saat ini yang berani mengambil alih atau menasionalisasi pengelolaan PT Freeport Indonesia selain Presiden Joko Widodo.
Ganjar menyayangkan banyak kalangan masyarakat yang sebelumnya menyepelekan penampilan Presiden Jokowi yang terlihat kurus dan planga plongo.
Namun nyatanya mampu membuat sebuah perubahan besar bagi Indonesia.
Ganjar mengatakan Presiden Jokowi mampu mengambil hak kepemilikan Indonesia atas tambang emas terbesar itu menjadi dominan hingga 51 persen.
BACA JUGA:Dahsyat! Ternyata Lionel Messi Jadi Bos Inter Miami, Pantas Saja Lepas Gaji Rp 9,5 T dari Arab
“Namanya Jokowi, seseorang yang dicap plonga-plongo. Seseorang yang dicap tidak pintar dengan badan yang sangat kurus,” ujar Ganjar memberikan sambutan dalam Deklarasi Relawan Ganjar Punya Rakyat (Gapura) Nusantara di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu 10 Juni 2023.
Ganhjar menegaskan Jokowi adalah satu-satunya Presiden yang bisa mengambil alih sebagian saham Freeport.
“Tahun 1968-1969 Freeport berdiri dan tidak ada satu pun para pemimpin mampu mengambil alih kecuali Jokowi,” ujarnya.
Dalam hal ini Ganjar sempat bercerita, yakni dengan kisah jatuhnya Presiden pertama RI, Soekarno, didahului dengan peristiwa berdarah pada 1965.
BACA JUGA:Puji Kapal RS Terapung Laksamana Malahayati, Menhub Sebut Banyak Filosofi
Kemudian di tahun 1965, kekuasaan Indonesia dipegang oleh Presiden Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang dimandatkan langsung oleh Presiden Soekarno.