Dan sekali lagi, Daniel menegaskan dirinya cukup khawatir karena anaknya tersebut baru berumur 10 tahun.
Daniel pun membongkar alasan sekolah tersebut menerapkan pemahaman LGBT tersebut.
BACA JUGA:Dikecam dan Diancam! Pertemuan LGBT Se-ASEAN Batal Digelar di Jakarta, Pindah Kemana?
“Justru kita seharusnya membebaskan mereka dengan pilihan mereka. Kita tidak pernah akan bilang apakah pilihan mereka benar atau salah, tapi kita akan selalu membebaskan supaya mereka bisa eksplor feeling mereka lebih jauh lagi,” papar Daniel menuturkan penjelasan petugas sekolah internasional kepadanya.
“Dan apa pun kita bicarakan dengan counselor kita, tidak akan pernah kita bicarakan dengan orang tua murid. Sekarang saya tidak pernah bawa anak saya ke sekolah itu lagi!” tegas Daniel.
Daniel pun mengaku hal ini jadi sebuah topik yang relevan untuk mengedukasi anak mengenai seksualitas, dan juga gender.
“Saya percaya yang namanya the law of first, orang pertama yang kasih tahu tentang sebuah isu, itu yang akan terus diingat anak dan ketika anak bingung tentang isu tersebut dia akan tanya ke yang kasih tahu pertama kali,” tuturnya.
Tanggapan Quraish Shihab
Quarish Shihab pun mengatakan ada letak kekeliruan di saat orang tua malu mendidik anaknya mengenai seksual dan gender.
Kebanyakan saat ini lebih percaya pihak sekolah atau kegiatan agama sebagai tempat Pendidikan tersebut.
BACA JUGA:Heboh! Komunitas LGBT Se-ASEAN Bakal Kumpul di Jakarta pada 17 - 21 Juli 2023, Apa Tujuannya?
“Orang tua harus mampu mendidik anak-anaknya, harus menjelaskan bahaya-bahaya yang mungkin dialami oleh anak. Salah satu bahaya terbesar menyangkut LGBT,” terang Quraish Shihab.
“Di sini yang paling penting dan yang pertama kali bertanggung jawab itu adalah orang tua dan baru sekolah. Karena anak lebih banyak di rumah dari pada di sekolah, mestinya anak lebih percaya dan dekat kepada ibu bapaknya ketimbang gurunya,” tukasnya.