“Dari hasil kegiatan yang dilakukan, kami bisa menganalisa, bisa menghitung omzet para pelaku ini ternyata sangat wah sekali. Dalam satu bulan bisa dapat Rp 200 juta dan bahkan di bulan terakhir dari pengakuan, Rp 1,5 miliar,” lanjutnya.
Dari kasus ini, polisi meminta agar masyarakat berhati-hati ketika menerima file dari sumber yang tidak jelas.
Apalagi, jika sudah teretas para pelaku akan sangat mudah menguasai ponsel korban.
“Ini yang menjadi perhatian kami, handphone yang telah diretas para pelaku segala apapun yang ada di handphone tersebut berhasil dikuasai oleh para pelaku. Tinggal dia mau ambil dari mana bisa dari kontaknya, fotonya, smsnya atau dari whatsappnya. Jadi apapun yang kita lalukan itu bisa diretas dan m-bangking bisa ditelusuri oleh mereka sendiri. APK ini merupakan aplikasi yang sangat berbahaya,” imbuhnya
Dirreskrimsus menerangkan ciri HP yang sudah diretas pelaku diantaranya ada aktifitas aneh di HP (layar HP bergerak sendiri) padahal tidak dioperasikan, baterai cepat habis, dan HP terasa panas bahkan bila tidak beroperasi.
Hal ini menandakan ada aplikasi lain yang berjalan di HP dan pelaku menguasai HP kita.
Untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban, pihaknya menghimbau agar masyarakat tidak sembarangan menekan file APK yang didapat dari perpesanan di HP.
Bila mendapati pesan yang berisi file APK agar mengkonfirmasi pengirim dengan menghubungi melalui nomor seluler.
“Bila menerima file undangan atau promosi agar dikonfirmasi pada pengirim melalui nomor telepon seluler pengirim. Jika setelah dikonfirmasi ternyata yang bersangkutan mengaku tidak mengirim, lebih baik diabakan saja (undangan atau file yang dikirimkan tersebut),” ujarnya memberi himbauan.
Namun bila sudah terlanjur mengklik file yang dikirimkan, agar segera mematikan paket data dan mengaktifkan mode pesawat.
Setelah itu segera hubungi pihak perbankan melalui nomor seluler untuk mengantisipasi bila terjadi transaksi mencurigakan agar mengkonfirmasi melalui telepon seluler.
Saat ini para pelaku diamankan di ruang tahanan Mapolda Jateng. Mereka dijerat dengan pasal 35 dan pasal 51 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, pasal 81, pasal 82, dan pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, serta pasal 65 dan 67 UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara dan denda 12 milyar rupiah.