JAKARTA, DISWAY.ID-- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet mengusulkan supaya lembaga MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Menurutnya, hal ini sebagaimana diusulkan oleh Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri.
BACA JUGA:Bamsoet Singgung Perang Rusia-Ukraina Isyarat Pertahanan Negara Indonesia Harus Holistik
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," kata Bamsoet di acara sidang tahunan DPR/MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Agustus 2023.
Sebab menurutnya, dengan kedudukan MPR saat ini, MPR tidak bisa ikut bertanggung jawab bilamana keadaan luar biasa itu terpaksa menunda pemilu.
BACA JUGA:Bamsoet Buka Sidang Tahunan DPR/MPR RI dengan Pantun, Singgung Soal Koalisi Berubah-ubah
"Sekiranya menjelang Pemilu terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan Pemilihan Umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya," kata Bamsoet.
Oleh karena itu, Bamsoet mempertanyakan dalam kondisi itu siapa pihak atau lembaga mana yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan bahaya untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum.
"Maka secara hukum, tentunya tidak ada Presiden dan atau Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu," ungkapnya.
"Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?" tanya dia
Bamsoet pun melanjutkan, sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR dapat di-atribusikan dengan kewenangan subjektif superlatif dan kewajiban hukum untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan. Dengan begitu, MPR bisa kembali memilih presiden.
“Guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar,” tuturnya.