SAMBAS, DISWAY. ID – Menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78, PT PLN (Persero) berhasil menghadirkan listrik 24 jam bagi 786 keluarga di Desa Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Hadirnya pasokan listrik yang andal di daerah perbatasan ini menjadi perwujudan listrik berkeadilan untuk masyarakat di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
Untuk menghadirkan listrik 24 jam, PLN melakukan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 371 kiloWatt peak (kWp) dengan 708 kiloWatt hour (kWh) baterai.
Bupati Sambas, Satono menyampaikan apresiasi kepada PLN yang telah memberikan kado peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-78 bagi warganya.
BACA JUGA:Atasi Segala Hambatan, Srikandi PLN Salurkan Listrik ke Daerah 3T di Sulawesi
BACA JUGA:Siaga Kelistrikan, PLN Siap Sukseskan Rangkaian HUT ke-78 RI dengan Kualitas Listrik Terbaik
"Saya mewakili seluruh masyarakat Sambas mengucapkan terima kasih sekaligus mengapresiasi kinerja PLN yang telah melakukan upaya percepatan pelayanan kelistrikan selama 24 jam penuh di daerah perbatasan," ucap Satono.
Dengan meningkatnya pelayanan kelistrikan menjadi 24 jam penuh dari PLN, dirinya optimis kehidupan masyarakat di Kabupaten Sambas, khususnya di daerah perbatasan akan semakin maju dan terus berkembang.
Kehadiran listrik selama 24 jam penuh dirasakan sangat membantu oleh Syahrul (47), warga Desa Temajuk yang sehari-hari berjualan di daerah perbatasan.
Menurutnya, keberadaan listrik PLN sangat berguna dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kawasan perbatasan.
Ia berujar, sebelum menyala 24 jam, dirinya mengandalkan mesin genset jika ingin beraktivitas di siang hari. Akibatnya, Syahrul harus mengeluarkan biaya antara Rp 800 ribu hingga 1 juta per bulan untuk listrik.
BACA JUGA:PLN Dinobatkan Jadi Korporasi Terpopuler di Media Arus Utama Versi Serikat Perusahaan Pers
Ongkos tersebut dirasa cukup berat untuk dirinya yang hanya mengandalkan pemasukan dari hasil berjualan makanan ringan di perbatasan.
"Dulu saya sering merasa sedih karena listrik di desa kami hanya menyala di malam hari, beda dengan kampung di negara tetangga yang terang-benderang. Tapi kini semuanya berubah, kita juga tidak kalah dengan mereka," ungkapnya bangga.