JAKARTA, DISWAY.ID - Adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara Oleh Panitia Urusan Piutang Negara disoroti Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2013-2016 Hamdan Zoelva.
Hamdan Zoelva mengatakan PP tersebut dinilai cacat hukum. Lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan lainnya.
“Saya kira ada banyak masalah di PP ini yang harus diperbaiki. Ada banyak norma-norma yang ada di dalamnya bertentangan dengan UU dan peraturan lainnya yang bertentangan di dalamnya,” katanya kepada awak saat Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) bertajuk 'Disharmonisasi dan Overlapping Sebuah Peraturan Pemerintah', Senin 21 Agustus 2023.
BACA JUGA:7 Tips Jaga Kesehatan Anak Saat Main di Luar di Tengah Kepungan Polusi Udara
Diungkapkannya, terdapat beberapa pasal yang perlu dikoreksi. Diantaranya Pasal 1 terkait warisan utang.
Dalam pasal tersebut berbunyi pihak yang memperoleh hak adalah orang atau badan yang karena adanya perbuatan, hubungan hukum dan/atau peristiwa hukum telah menerima pengalihan atas kepemilikan uang, surat berharga dan/atau barang dari Penanggung Utang/Penjamin Utang.
“Pasal 77 soal Upaya Hukum oleh penanggung hutang, penjamin hutang, pihak yang memperoleh Hak atau pihak ketiga lainnya tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran Piutang Negara, baik di pengadilan maupun di luar Melanggar Pasal 17 UU HAM soal Hak Memperoleh Keadilan,” ungkapnya.
Sementara Hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008, Maruarar Siahaan menuturkan lahirnya PP Nomor 28 Tahun 2022 tersebut ditengarai akibat situasi ekonomi yang tidak menentu karena krisis global.
BACA JUGA:26 Jemaah Haji Indonesia dari 77 Orang yang Dirawat di RS Arab Saudi Meninggal Dunia
“Namun sayangnya instrumen tersebut berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang Negara yang berakibat pada terlanggarnya hak asasi warga negara,” ucapnya.
Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyebut Ferari dan pegiat HAM lainnya untuk segera mengajukan Judicial Review (JR) karena PP tersebut sangat bertentangan dengan peraturan hukum lainnya di atasnya.
“Melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung adalah langkah yang sangat baik untuk menguji PP ini. Kedua, saya mengimbau kepada pemerintah yang menjalankan PP ini untuk secara bijak menyelesaikan kasus BLBI tersebut.” tandasnya.