Hari Santri Nasional dan Capres-Cawapres Santri di Pemilu 2024

Minggu 22-10-2023,08:00 WIB
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*

Dengan pemaknaan yang sedemikian rupa, momentum Hari Santri Nasional akan menjadi momen bersatu-padu kaum santri untuk mensukseskan AMIN, sehingga santri menjadi pemimpin nasional, bukan tim hore yang bersorak gemuruh di tribun.

Jangan pernah bermimpi, kaum santri bisa dominan di luar partai PKB. Jangan berani berkhayal bahwa ada partai politik selain PKB yang 100% berjuang untuk kepentingan santri dan pesantren. Hari Santri Nasional akan menjadi romantisme belaka bila tidak didukung oleh peran sentral santri dalam pemerintahan.

Jika ada santri yang tidak mendukung AMIN, maka layak kesantrianya dipertanyakan. Apa yang bisa diharapkan dari selain AMIN? Sejauh mana mereka bisa memastikan, selain PKB ada partai lain yang lebih berkomitmen untuk kepentingan pesantren? 

Mereka yang tidak mendukung AMIN adalah para santri yang tidak mempunyai komitmen untuk memjadikan santri sebagai agen utama, berperan aktif, memiliki kekuatan berdaulat, dalam membangun dan menentukan arah bangsa dan negara.

Perlu diketahui, jumlah pesantren yang terdaftar di Kemenag sebanyak 39,043 pesantren, dengan jumlah santri sebesar 4,08 juta santri. Itu belum termasuk alumni, belum termasuk pondok pesantren dan santri yang tidak terdaftar di Kemenag.

Satu hal lagi, kekuatan kultural pesantren adalah loyalitas. Santri dan alumni memiliki loyalitas yang tinggi terhadap kiai-kiai mereka. Dengan kalkulasi kasar saja, satu santri memiliki satu ayah dan satu ibu, maka sudah ada 12 juta santri yang memiliki idealisme kepesantrenan.

Begitu pula dengan alumni pesantren. Satu orang alumni bisa memiliki satu istri dan satu anak, minimal. Jika minimal alumni 4 juta orang saja, maka akan ada 12 juta alumni yang memiliki visi ideal kepesantrenan. Jika ditotal secara kasar, akan ada 24 juta orang yang memiliki komitmen kepada pesantren.

Kekuatan yang besar seperti ini sangat mengancam bagi orang-orang yang tidak simpatik terhadap pesantren. Satu-satunya cara yang efektif bagi mereka adalah memecah-belah komunitas pesantren, memisahkan santri dari Kiai; memecah belah suara di antara sesama santri. 

Sampai di sini, tidak ada pilihan yang lebih strategis selain persatuan dan kesatuan komunitas pesantren, baik antara santri dan kiai, maupun sesama santri, untuk membela kepemimpinan santri dan pesantren, dan lebih praktisnya lagi memilih AMIN di Pemilu 2024. (*)

*) Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Kategori :