"Beberapa sekolah telah melaksanakan moderasi beragama melalui berbagai kegiatan, kemudian fasilitas keagamaan, dan peribadatan juga sudah ada. Bahkan di Yogyakarta sudah melayani aliran kepercayaan", kata Suherman.
Menuju Kesadaran Kolektif
Dalam diskusi publik inovasi moderasi beragama ini mengemuka wacana dari para ahli terkait moderasi beragama sebagai siklus pembiasaan yang tidak sekali jadi.
Prof. I Nyoman Yoga Segara dari UHN IGB Sugriwa Denpasar mengatakan, moderasi beragama ini sangat relate dengan upaya kita dalam membangun kepekaan budaya, dan sekaligus membangun kepekaan agama.
Yoga menghimbau, pelaksanaan inovasi moderasi tidak hanya berhenti pada lomba-lomba seperti yang dilakukan oleh BLA Semarang.
Tantangannya justru adalah apa yang konkret bisa kita lakukan untuk membumikan moderasi beragama.
“Apa yang oleh sekolah atau madrasah lakukan itu saya kira sudah dimulai dengan kesadaran kognitif.
"Yang selanjutnya menjadi PR kita adalah dari kesadaran kognitif menjadi kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif yang kemudian bisa mengajak semua orang untuk melakukan hal yang sama,” kata Yoga.
Harapan Yoga, sekolah dan madrasah moderasi ini akan melahirkan generasi milenial yang toleran, inkusif, dan moderat. Sekolah atau tem pat belajar yang penuh cinta, tidak hanya oleh siswanya tetapi juga oleh gurunya. (*)