Hanya saja menurut Al-Hafiz Ibn Hajr al-Asqalani, hadis dha’if masih diperbolehkan untuk dijadikan fadhail al-a’mal.
Lalu pertanyaan yang sering muncul ketika memasuki bulan Rajab adalah tentang hukum puasa Rajab.
Sebenarnya bagaimana fuqaha menyikapi hal tersebut?
1. Mazhab Hanafi
Di dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyyah disebutkan fatwa yang menyatakan anjuran berpuasa di bulan Rajab sebagaimana berikut:
(الْمَرْغُوبَاتُ مِنْ الصِّيَامِ أَنْوَاعٌ) أَوَّلُهَا صَوْمُ الْمُحَرَّمِ وَالثَّانِي صَوْمُ رَجَبَ وَالثَّالِثُ صَوْمُ شَعْبَانَ وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ وَهُوَ الْيَوْمُ الْعَاشِرُ مِنْ الْمُحَرَّمِ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ وَالصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ
“Termasuk puasa yang disenangi ada beberapa macam, antara lain: 1) puasa di bulan Muharram, 2) puasa di bulan Rajab, 3) puasa di bulan Sya’ban, ‘Asyura; yaitu hari ke-sepuluh dari bulan Muharram menurut mayoritas Ulama’ dan Shahabat ra.” (al-Fatawa al-Hindiyyah, 1/202)
Di dalam kitab Fath al-Qadir juga disebutkan tentang kewajiban memenuhi puasa nazar di bulan Rajab, apabila ia bernazar:
وَلَوْ قَالَ : شَهْرًا لَزِمَهُ كَامِلًا أَوْ رَجَبَ لَزِمَهُ هُوَ بِهِلَالِهِ
“Apabila seseorang menyatakan: (ia bernazar berpuasa) sebulan, maka ia harus memenuhinya secara penuh atau (ia bernazar berpuasa) di bulan Rajab, maka ia juga harus memenuhinya dengan berpedoman dengan hilalnya.” (Fath al-Qadir, 4/452)
Dari kitab induk di atas yang berafiliasi pada Mazhab Hanafi ini, jelas sekali bahwa posisi mazhab ini mengakui bahwa puasa Rajab merupakan puasa yang disenangi.
2. Mazhab Maliki
Di dalam kitab Kifayat al-Thalib al-Rabbani dijelaskan tentang puasa bulan Rajab yang masuk kategori puasa yang disenangi:
وَ) كَذَلِكَ صَوْمُ شَهْرِ (رَجَبَ) مُرَغَّبٌ فِيهِ لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ سُئِلَ عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ فَقَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ»
“Begitu juga demikian bahwa puasa di bulan Rajab termasuk puasa yang disenangi berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Sa’id bin Jubair ditanya tentang puasa Rajab. Ia berkata: Ibn Abbas telah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah Saw sering berpuasa hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka, namun juga beliau sering tidak berpuasa (berturut-turut) hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak berpuasa.” (Kifayat al-Thalib, 2/531)
Kemudian dijelaskan lebih detail dalam Hasyiyah al-‘Adawi ‘ala Kifayat al-Thalib al-Rabbani yang menjelaskan bahwa pahala berpuasa di bulan Rajab itu lebih besar dibandingkan berpuasa di bulan yang lain, hanya saja tetap tidak bisa mengalahkan pahala berpuasa di bulan Muharram: