Fuqaha mazhab ini sedikit berbeda dalam menyatakan status hukum berpuasa di bulan Rajab. Sebagaimana dinukil dalam kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah yang menyatakan makruh bagi orang yang mengkhususkan berpuasa di bulan Rajab saja:
فَصْلٌ: وَيُكْرَهُ إفْرَادُ رَجَبَ بِالصَّوْمِ. قَالَ أَحْمَدُ: وَإِنْ صَامَهُ رَجُلٌ أَفْطَرَ فِيهِ يَوْمًا أَوْ أَيَّامًا بِقَدْرِ مَا لَا يَصُومُهُ كُلَّهُ
“Dimakruhkan bagi orang yang mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa. Ahmad berkata: apabila seseorang berpuasa, maka hendaknya ia berbuaka sehari atau beberapa hari sekiranya dia tidak berpuasa sebulan penuh.” (al-Mughni li Ibn Qudamah, 3/171)
Hanya saja kemakruhan tersebut bisa hilang sebab tidak berpuasa sebulan penuh, artinya seseorang menyelingi dengan berbuka sehari maupun beberapa hari. Sebagaimana diungkapkan dalam Kasyaf al-Qina’:
(وَتَزُولُ اْلكَرَاهَةُ بِفِطْرِهِ فِيْهِ وَلَوْ يَوْمًا أَوْ بِصَوْمِهِ شَهْرًا آخَرَ مِنَ السَّنَةِ قَالَ اْلمُجِدُّ وَإِنْ لَمْ يَلِهِ) أي يَلِي الشَّهْرَ اْلآخَرَ رَجَبُ (وَلاَ يُكْرَهُ إِفْرَادُ شَهْرِ غَيْرِهِ) أي غَيْرِ رَجَبَ بِالصَّوْمِ
“Status makruh (dalam puasa Rajab) bisa hilang sebab seseorang berbuka (tidak berpuasa) di bulan Rajab walaupun hanya sehari atau berpuasa Rajab (dengan diiringi berpuasa) di bulan yang lain pada tahun tersebut. Al-Mujidd berkata: meskipun bulan yang lain itu tidak bersambung dengan bulan Rajab. Dan juga tidak dimakruhkan mengkhususkan puasa di selain bulan Rajab.” (Kasyaf al-Qina’, 2/340)
Dengan demikian, Mazhab Hanbali hanya menyatakan makruh dalam hal mengkhususkan puasa Rajab sebulan penuh, namun status makruh tersebut hilang sebab tidak berpuasa sebulan penuh atau menyambungkan dengan bulan lainnya.
Jelas sekali dari argumentasi empat mazhab di atas, bahwa keempat mazhab ini tidak ada yang menyatakan haram terhadap puasa di bulan Rajab.
Hanya saja terdapat kemakruhan dalam Mazhab Hanbali tatkala mengkhususkan puasa di bulan Rajab saja, sebab bisa menyerupai bulan Ramadhan.
Namun hal ini hanyalah masalah khilafiyah yang mu’tabar, sehingga berlaku kaidah:
لاَ يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ اْلمـُجْمَعُ عَلَيْهِ
“Masalah yang masih diperselisihkan (keharamannya) tidak boleh diingkari, tapi harus mengingkari masalah yang sudah disepakati (keharamannya)” (al-Asybah wa al-Nadzair, h. 158, Cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)
Oleh karena itu, berpuasa di bulan Rajab tetap mendapatkan kesunnahan dan tidak ada dalil sharih yang menyatakan keharaman berpuasa di bulan mulia ini.