JAKARTA, DISWAY.ID – Politik uang atau money politic terbukti tidak akan efektif.
Survei Pemilu 2024: 42,96% Mahasiswa Mau Terima Uang tapi Ogah Pilih Calon
Selasa 23-01-2024,07:12 WIB
Editor : Marieska Harya Virdhani
Salah satu temuan menarik dari #PraxiSurvey ketiga ini berkaitan dengan praktik politik uang (money politics).
Sebanyak 42,96% mahasiswa menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat.
Selanjutnya, 20,08% mahasiswa akan menerima uang dan akan memilih kandidat, sementara 10,99% lainnya menyatakan tidak akan menerima uang dan tidak akan memilih kandidat.
Director of Public Affairs Praxis PR dan Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Sofyan Herbowo mengatakan riset menunjukkan pandangan mahasiswa yang independen.
Fakta membuktikan bahwa praktik politik uang tidak mampu memengaruhi pilihan mereka.
"Saya berharap survei ini dapat mendorong mahasiswa untuk memilih dengan bijak demi menjaga keberlanjutan ekosistem demokrasi yang sehat," katanya dalam konferensi pers.
Menariknya, analisis berdasarkan Socioeconomic Status (SES) menunjukkan bahwa semakin tinggi SES, praktik politik uang semakin tidak efektif.
Data melaporkan 15,94% dari upper class, 19,89% dari middle class, dan 29,21% dari lower class mengaku akan menerima uang dan memilih kandidat yang diminta.
Di sisi lain, 47,51% dari upper class, 41,98% dari middle class, dan 27,12% dari lower class mengatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat yang diminta.
Sementara itu, 13,07% dari upper class, 10,46% dari middle class, dan 9,87% dari lower class menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat yang diminta.
Temuan lainnya, 65,73% mahasiswa pesimis bahwa praktik politik uang dapat dihilangkan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arga Pribadi Imawan memaparkan hasil kualitatif yang menjelaskan alasan mengapa mahasiswa masih menerima uang meskipun mayoritas tidak akan memilih.
"Di tengah asumsi tentang kegemaran anak muda menerima politik uang, anak muda akan cenderung menerima uang serta memilih kandidat yang memberikan uang, hasil survei justru menunjukkan tentang anak muda yang masih rasional dalam menentukan pilihannya," katanya.
“Pemilu diibaratkan seperti ‘pesta’, sehingga memberikan dan menerima uang maupun barang dianggap sebagai sesuatu yang harus atau wajar untuk dilakukan," ucapnya.
Saat FGD berlangsung, salah satu peserta menyebut mahasiswa pesimis karena politik uang di Indonesia terlalu masif.
Ia menambahkan bahwa di satu sisi mahasiswa cenderung pesimis terhadap upaya memberantas politik uang, namun mereka juga tergolong toleran.
Diskusi menyoroti sikap pesimis dan negatif terhadap politik uang seharusnya tidak sejalan dengan sikap toleran terhadap praktik tersebut.
Content Creator dan Founder Malaka Project Ferry Irwandi menambahkan mahasiswa melihat praktik politik uang dengan sudut pandang kritis.
“Anak muda menyadari bahwa imbalan finansial sebesar Rp200.000 untuk lima tahun ke depan tidak sebanding dengan nilai-nilai karakter dan program kerja kandidat. Risiko politik uang lebih terasa pada masyarakat menengah ke bawah yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup," katanya.
"Mereka harus menghadapi realita dan tantangan ekonomi yang mungkin tidak dihadapi oleh kelas sosial lainnya," katanya.
Kategori :